“Lihat deh model itu, tinggi dan langsing ya badannya.. cewek ideal banget deh pokoknya.”
“Wah kapan ya suara ku bisa semerdu dia
kalau nyanyi, pasti keren banget.”
“Pengen banget deh jadi kayak dia. Bisa
sukses jadi pebisnis di usia muda.”
Gimana teman-teman, pernah dengar
kalimat di atas? Atau malah sebaliknya, teman-teman yang pernah mengatakannya? Nah kalimat-kalimat di atas juga berhubungan dengan judul blog kita pada
bulan ini yaitu “Ideal Self vs Real Self”.
Yuk kita bahas bersama!
Di antara kita pasti pernah setidaknya
sekali melakukan perbandingan antara diri kita sendiri dengan orang lain yang
kita anggap sebagai sosok yang ideal. Kita membandingkan diri kita dengan orang
tersebut bisa dari segala aspek mulai dari fisik, karakter, kemampuan, dan juga
hal-hal yang kita lakukan. Tanpa disadari atau kita sadari terbentuklah ideal self. Solomon
(2018) mengartikan ideal self sebagai
konsepsi yang dimiliki seseorang tentang bagaimana dia ingin menjadi. Sementara
real self adalah penilaian seseorang
atas dirinya yang lebih realistis dan mengacu pada kualitas yang dimiliki
maupun tidak dimiliki. Kapoor & Nnamdi (2012) juga mendefinisikan ideal self sebagai hal apa yang
dicita-citakan oleh seseorang dan diyakininya sebagai sosok ideal untuk dilihat
dari perspektif yang berbeda. Sedangkan real
self adalah gambaran nyata sebagaimana seseorang sebenarnya dilihat, baik
oleh dirinya sendiri maupun orang lain yang ada di sekitarnya. Ideal self sendiri sebenarnya mewakili
hal-hal positif yang ingin dicapai oleh seseorang. Namun bila semakin besar
perbedaan atau jarak antara ideal self
dan real self, maka pada akhirnya
bisa menghasilkan emosi-emosi negatif.
Hal ini dijelaskan juga oleh salah satu
tokoh psikologi yaitu Carl Rogers. Carl Rogers adalah salah satu tokoh pendiri
pendekatan psikologi humanistik yang juga terkenal dengan psikoterapisnya. Mengutip dari Savitra (2017), Carl Rogers mendeskripsikan teori the
self untuk menjelaskan bagaimana individu melihat dirinya sendiri. Self sendiri terbagi menjadi 2 yaitu ideal self dan real self. Ideal self
adalah kondisi individu yang ingin dilihat dan dicapai oleh individu itu
sendiri, sedangkan real self adalah
kondisi individu saat ini. Pembentukan ideal
self dipengaruhi oleh keadaan sosial yang berkembang tidak sesuai dengan actualizing tendency atau motivasi untuk
mengembangkan potensi semaksimal mungkin. Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal self diantaranya adalah kondisi
fisik, dampak media sosial, harapan orang tua, tuntutan sosial, hingga masalah
ekonomi.
Lalu apakah ideal self itu dapat mengganggu atau berdampak negatif pada real self kita?
Mengutip dari LPKA (2020), seringkali
kita terjebak dalam kondisi ideal self
sehingga kondisi real self menjadi
terabaikan. Kita cenderung melampaui batasan atau terlalu berekspektasi tinggi
pada hal-hal di luar kemampuan yang kita miliki. Maka ideal self dapat dikatakan positif bila ideal self bisa menjadi motivasi untuk diri kita sendiri dalam mencapai
apa yang kita inginkan. Sebaliknya, ideal
self negatif terjadi bila ideal self
itu malah menjadikan kita terlalu idealis dan saat kenyataan yang ada tidak
sesuai dengan keinginan, maka kita menganggap diri kita telah gagal.
Gunawan (2020) menjelaskan tentang
adanya kesenjangan antara ideal self
dan real self. Dalam hal ini, jika
terjadi kesenjangan yang semakin besar antara keadaan sebenarnya dengan ideal self yang diinginkan seseorang,
maka dapat mempengaruhi kondisi psikologis secara negatif. Jenis kondisi
psikologis negatif ini seperti kesedihan, kekecewaan, dan ketidakpuasan.
Salma (2020) menjelaskan bahwa ideal self kita tidak selalu sesuai
dengan apa yang kita alami. Namun ketidaksesuaian itu wajar terjadi pada setiap
orang. Meskipun ideal self kita
berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya, kita tetap bisa melakukan
perubahan-perubahan untuk meminimalkan ketidaksesuain tersebut.
Berikut beberapa cara untuk membentuk konsep diri yang lebih baik :
- Mengevaluasi diri sendiri.
- Membandingkan
real self kita dengan ideal self, apakah sudah cukup sesuai
atau tidak sesuai. Jika terjadi kesenjangan maka kita perlu melakukan upaya
supaya dapat selaras dengan ideal self
yang kita inginkan.
- Lakukan hal-hal positif yang dapat membantu kita untuk mencapai ideal self kita, bukan melakukan hal-hal negatif yang bisa mengganggu real self kita.
DAFTAR PUSTAKA
Gunawan,
N. E. (2010). Actual-ideal self discrepancy dalam perilaku pengambilan keputusan. Jurnal Psikologi Pendidikan
dan Bimbingan, 9, 1-14.
Kapoor, R., &
Nnamdi, O. M. (2012). Consumer Behaviour
Text and Cases. Nem Delhi: Tata McGraw Hill Education Private Limited.
LPKA Student and Alumni
Affairs. (2020). Ideal Self or Real Self.
Diakses pada 25 Januari 2022, dari https://lpka.umy.ac.id/ideal-self-or-real-self/#:~:text=Ideal%20self%20adalah%20kodisi%20dimana,seseorang%20pada%20realitanya%20saat%20ini.
Salma,
D. F. (2020). Konsep Diri Ideal:
Bangun dengan Self Esteem dan Self Image. Diakses pada 25 Januari 2022,
dari https://riliv.co/rilivstory/self-esteem-self-image-dan-ideal-self/
Savitra, K.
(2017). Teori Kepribadian Carl Rogers.
Diakses pada 25 Januari 2022, dari https://dosenpsikologi.com/teori-kepribadian-carl-rogers
Solomon, M. R.
(2018). Consumer Behavior Buying, Having,
and Being. England: Pearson Education Limited.