Sunday, April 10, 2022

Ideal Self vs Real Self

“Lihat deh model itu, tinggi dan langsing ya badannya.. cewek ideal banget deh pokoknya.”

“Wah kapan ya suara ku bisa semerdu dia kalau nyanyi, pasti keren banget.”

“Pengen banget deh jadi kayak dia. Bisa sukses jadi pebisnis di usia muda.”

Gimana teman-teman, pernah dengar kalimat di atas? Atau malah sebaliknya, teman-teman yang pernah mengatakannya? Nah kalimat-kalimat di atas juga berhubungan dengan judul blog kita pada bulan ini yaitu “Ideal Self vs Real Self”. Yuk kita bahas bersama!


Di antara kita pasti pernah setidaknya sekali melakukan perbandingan antara diri kita sendiri dengan orang lain yang kita anggap sebagai sosok yang ideal. Kita membandingkan diri kita dengan orang tersebut bisa dari segala aspek mulai dari fisik, karakter, kemampuan, dan juga hal-hal yang kita lakukan. Tanpa disadari atau kita sadari terbentuklah ideal self. Solomon (2018) mengartikan ideal self sebagai konsepsi yang dimiliki seseorang tentang bagaimana dia ingin menjadi. Sementara real self adalah penilaian seseorang atas dirinya yang lebih realistis dan mengacu pada kualitas yang dimiliki maupun tidak dimiliki. Kapoor & Nnamdi (2012) juga mendefinisikan ideal self sebagai hal apa yang dicita-citakan oleh seseorang dan diyakininya sebagai sosok ideal untuk dilihat dari perspektif yang berbeda. Sedangkan real self adalah gambaran nyata sebagaimana seseorang sebenarnya dilihat, baik oleh dirinya sendiri maupun orang lain yang ada di sekitarnya. Ideal self sendiri sebenarnya mewakili hal-hal positif yang ingin dicapai oleh seseorang. Namun bila semakin besar perbedaan atau jarak antara ideal self dan real self, maka pada akhirnya bisa menghasilkan emosi-emosi negatif.

Hal ini dijelaskan juga oleh salah satu tokoh psikologi yaitu Carl Rogers. Carl Rogers adalah salah satu tokoh pendiri pendekatan psikologi humanistik yang juga terkenal dengan psikoterapisnya. Mengutip dari Savitra (2017), Carl Rogers mendeskripsikan teori the self untuk menjelaskan bagaimana individu melihat dirinya sendiri. Self sendiri terbagi menjadi 2 yaitu ideal self dan real self. Ideal self adalah kondisi individu yang ingin dilihat dan dicapai oleh individu itu sendiri, sedangkan real self adalah kondisi individu saat ini. Pembentukan ideal self dipengaruhi oleh keadaan sosial yang berkembang tidak sesuai dengan actualizing tendency atau motivasi untuk mengembangkan potensi semaksimal mungkin. Faktor-faktor yang mempengaruhi ideal self diantaranya adalah kondisi fisik, dampak media sosial, harapan orang tua, tuntutan sosial, hingga masalah ekonomi.

Lalu apakah ideal self itu dapat mengganggu atau berdampak negatif pada real self kita?

Mengutip dari LPKA (2020), seringkali kita terjebak dalam kondisi ideal self sehingga kondisi real self menjadi terabaikan. Kita cenderung melampaui batasan atau terlalu berekspektasi tinggi pada hal-hal di luar kemampuan yang kita miliki. Maka ideal self dapat dikatakan positif bila ideal self  bisa menjadi motivasi untuk diri kita sendiri dalam mencapai apa yang kita inginkan. Sebaliknya, ideal self negatif terjadi bila ideal self itu malah menjadikan kita terlalu idealis dan saat kenyataan yang ada tidak sesuai dengan keinginan, maka kita menganggap diri kita telah gagal.

Gunawan (2020) menjelaskan tentang adanya kesenjangan antara ideal self dan real self. Dalam hal ini, jika terjadi kesenjangan yang semakin besar antara keadaan sebenarnya dengan ideal self yang diinginkan seseorang, maka dapat mempengaruhi kondisi psikologis secara negatif. Jenis kondisi psikologis negatif ini seperti kesedihan, kekecewaan, dan ketidakpuasan.

Salma (2020) menjelaskan bahwa ideal self  kita tidak selalu sesuai dengan apa yang kita alami. Namun ketidaksesuaian itu wajar terjadi pada setiap orang. Meskipun ideal self  kita berbeda dengan kenyataan yang sebenarnya, kita tetap bisa melakukan perubahan-perubahan untuk meminimalkan ketidaksesuain tersebut.

Berikut beberapa cara untuk membentuk konsep diri yang lebih baik : 

  1. Mengevaluasi diri sendiri.
  2. Membandingkan real self kita dengan ideal self, apakah sudah cukup sesuai atau tidak sesuai. Jika terjadi kesenjangan maka kita perlu melakukan upaya supaya dapat selaras dengan ideal self yang kita inginkan.
  3. Lakukan hal-hal positif yang dapat membantu kita untuk mencapai ideal self kita, bukan melakukan hal-hal negatif yang bisa mengganggu real self  kita.

DAFTAR PUSTAKA

Gunawan, N. E. (2010). Actual-ideal self discrepancy dalam perilaku pengambilan keputusan. Jurnal Psikologi Pendidikan dan Bimbingan, 9, 1-14.

Kapoor, R., & Nnamdi, O. M. (2012). Consumer Behaviour Text and Cases. Nem Delhi: Tata McGraw Hill Education Private Limited.

LPKA Student and Alumni Affairs. (2020). Ideal Self or Real Self. Diakses pada 25 Januari 2022, dari https://lpka.umy.ac.id/ideal-self-or-real-self/#:~:text=Ideal%20self%20adalah%20kodisi%20dimana,seseorang%20pada%20realitanya%20saat%20ini.

Salma, D. F. (2020). Konsep Diri Ideal: Bangun dengan Self Esteem dan Self Image. Diakses pada 25 Januari 2022, dari https://riliv.co/rilivstory/self-esteem-self-image-dan-ideal-self/

Savitra, K. (2017). Teori Kepribadian Carl Rogers. Diakses pada 25 Januari 2022, dari https://dosenpsikologi.com/teori-kepribadian-carl-rogers

Solomon, M. R. (2018). Consumer Behavior Buying, Having, and Being. England: Pearson Education Limited.

Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis: Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?

Edisi Oktober 2024  Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis:  Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?  Penulis: Gabriella Jocelyn & V...