Seberapa banyak dari kita yang
pernah merasa tertekan akan sesuatu hal? Merasa terbebani dengan tanggung jawab
yang diberikan, merasa tidak mampu untuk mengatasi sebuah permasalahan, dan
masih banyak lagi. Masalah menjadi hal yang tidak bisa dihindari dalam
kehidupan. Hal-hal demikian dapat menimbulkan sebuah emosi negatif atau sesuatu
hal yang biasa kita sebut stres.
Apa yang teman-teman pikirkan saat mendengar kata “stres”? Dalam kehidupan saat ini, pasti kita tidak asing lagi dengan kata “stres” bukan? Mau dalam hal pekerjaan, sekolah, maupun suatu hubungan pasti berhubungan dengan “stres”. Mari kita kenali bersama-sama apa itu stres? Apa yang menjadi sumber dari stres? Lalu, apa yang dapat ditimbulkan karena stres? Mari kita bahas bersama-sama.
Stres adalah respon non-spesifik dari tubuh terhadap segala tuntutan, baik respon positif maupun respon negatif (Seyle dalam Ridner, 2004). Pengertian lain menyebutkan bahwa stres merupakan respon individu terhadap adanya stresor (Mulhall dalam Barnes & Montefusco, 2011). Stresor merupakan stimulus, baik eksternal, maupun internal, yang berpotensi menjadi penyebab terjadinya stres (Barnes & Montefusco, 2011). Jika dalam kehidupan pelajar dan mahasiswa, terdapat 4 sumber stres yaitu interpersonal, intrapersonal, akademik, dan lingkungan (Ross, Niebling, & Heckert, 2008). Interpersonal adalah stres yang bersumber dari hubungan dengan orang sekitar, seperti keluarga, teman, dan pacar. Intrapersonal adalah stres yang bersumber dari dalam diri sendiri, seperti kebiasaan hidup kurang sehat yang dapat mengakibatkan kesehatan menurun. Akademik sendiri sesuai dengan katanya, berarti jenis stres yang berasal dari aktivitas perkuliahan atau sekolah, yang berkaitan dengan nilai, tugas, ujian, dsb. Sedangkan lingkungan adalah stres yang dihasilkan karena adanya faktor lingkungan sekitar, seperti lingkungan tempat tinggal yang tidak nyaman, dsb.
Berdasarkan dari respon yang
dihasilkan dari emosi negatif ini, stres terbagi menjadi 2 jenis yaitu eustres
dan distres. Eustres adalah respon positif terhadap stres, sedangkan distres sebaliknya—yaitu respon negatif terhadap stres (Seyle dalam Ridner, 2004). Berdasarkan
hukum Yerkes-Dodson, dalam jumlah tertentu stres menghasilkan kekuatan positif
yang mampu meningkatkan produktivitas individu dan membantu individu untuk
berkembang, setelah mencapai titik optimal, stres bersifat destruktif dan
menimbulkan efek negatif bagi individu (Hanoch & Vitouch, 2004). Tetapi
disisi lain, sangat banyak yang dapat dihasilkan dari distres.
Winkleman (dalam Misra & Castillo, 2004)
menyebutkan bahwa distres secara fisik akan mengakibatkan kurangnya energi dari
tubuh secara persisten, kurangnya nafsu makan, sakit kepala dan lambung.
Penelitian lain menyebutkan bahwa tingginya tingkat distres, khususnya pada
mahasiswa, berpengaruh terhadap kecemasan dan depresi, keinginan untuk bunuh
diri, pola hidup yang buruk, gangguan pola tidur, sakit kepala, dan perasaan tidak
berdaya (Oman, Shapiro, Thoresen, & Plante, 2008). Bressert (2016) juga
mengklasifikasikan dampak stres ke dalam empat aspek yaitu: fisik; kognitif; emosi; dan perilaku. Menurut Bressert
(2016), beberapa tanda bahwa stres telah berdampak pada fisik, diantaranya
adalah adanya gangguan tidur, peningkatan detak jantung, ketegangan otot,
pusing, demam, kelelahan, dan kekurangan energi. Dampak yang
dihasilkan dari aspek kognitif, seperti mudah panik, bingung, dan sering lupa.
Aspek emosi juga berdampak pada mudah marah dan menjadi pribadi yang sensitif.
Pada aspek perilaku, stres berdampak pada hilangnya keinginan untuk
bersosialisasi, kecenderungan untuk ingin menyendiri, keinginan untuk
menghindari orang lain, dan timbulnya rasa malas (Bressert, 2016).
Untuk mengatasi permasalahan yang menimbulkan munculnya emosi negatif tersebut, dibutuhkan sebuah strategi yang perlu dilakukan. Salah satu strategi yang bisa dilakukan adalah coping. Coping adalah perilaku yang terlihat dan tersembunyi yang dilakukan seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan ketegangan psikologi dalam kondisi yang penuh stres (Yani, 1997). Setiap orang memiliki kemampuan yang berbeda-beda untuk melakukan coping stres, ada yang dengan mudah melakukan coping terhadap stres mereka, tetapi ada yang sulit untuk mengatur dan mengelolah emosi sehingga meningkatkan stres.
Jenis-jenis Strategi Coping.
Menurut Stuart dan Sundeen (1991) terdapat dua jenis mekanisme coping yang dilakukan individu, yaitu coping yang berpusat pada masalah (problem focused coping) dan coping yang berpusat pada emosi (emotion focused coping).
1) Problem Focused Coping
Strategi coping yang berfokus kepada masalah, diarahkan kepada pemecahan
masalah. Dimana seseorang akan berusaha untuk mengubah situasi yang dihadapi.
Contohnya ketika seseorang mengalami masalah dalam pertemanan, dia masuk dalam
pertemanan yang toxic, jika
menggunakan jenis coping ini, maka
individu tersebut akan memilih untuk langsung mengakhiri atau menghindari
kelompok pertemanan tersebut. Hal ini dilakukan dengan harapan akan mengurangi
beban yang dimiliki, individu tersebut memutuskan untuk mengubah situasi.
2) Emotion Focused Coping
Strategi coping yang berfokus pada pemulihan perasaan dan emosi, melakukan usaha usaha yang bertujuan untuk memodifikasi fungsi emosi tanpa melakukan usaha mengubah stresor secara langsung. Perilaku coping yang berpusat pada emosi cenderung dilakukan bila individu merasa tidak dapat mengubah situasi yang menekan dan hanya dapat menerima situasi tersebut. Individu mencoba untuk mendapatkan dukungan secara emosional maupun sosial dari orang lain, mengatur perasaan dalam menyelesaikan masalah, dan menerima menjalankan masalah yang dihadapinya sambil memikirkan jalan keluarnya.
Coping mechanism dapat membantu seseorang dalam menyesuaikan diri terhadap situasi sulit sambil menjaga kesehatan emosionalnya. Hal ini karena dalam hidup, kita semua selalu dihadapkan pada situasi sulit yang dapat menyebabkan stres. Penerapan kedua jenis coping di atas bergantung pada situasi dan masalah apa yang sedang dihadapi.
Daftar Pustaka
Maryam,
S. (2017). Strategi coping: Teori dan sumberdayanya. Jurnal Konseling Andi Matappa, 1(2),
101-107.
Putra, A. (2020). Pentingnya Menerapkan Strategi Coping Untuk Hadapi Masalah Duniawi. Retrieved July, 9 2022 .https://www.sehatq.com/artikel/strategi-coping-dan-jenisnya-untuk-hadapi-masalah-duniawi.
Sugiarti,
A., Musabiq, & Karimah, I. (2018). Gambaran
stress dan dampaknya pada mahasiswa. InSight, 20(2), 75-83.
No comments:
Post a Comment