Saturday, September 13, 2025

Ivan Pavlov : Dog Experiment

Edisi September 2025

Ivan Pavlov : Dog Experiment

Sumber : https://www.communicationtheory.org/wp-content/uploads/2022/09/ivan-pavlovs-dog-experiment.webp

Penulis : Yonatan Stevano & Jovanka Nartawijaya

PENJELASAN TOKOH

        Ivan Petrovich Pavlov atau yang lebih akrab dikenal dengan Ivan Pavlov merupakan seorang fisiologi asal Rusia yang eksperimennya berpengaruh dalam dunia Psikologi. Beliau lahir tanggal 14 September 1849 dan Wafat pada tanggal 27 Februari 1936. Pavlov adalah seorang putra sulung seorang pendeta, ia menghabiskan masa mudanya di Ryazan. Ia mengikuti sekolah Teologi di seminari, tetapi pada Tahun 1870 ia meninggalkan studi teologinya untuk masuk Universitas St. Petersburg tempat ia belajar kimia dan fisiologi. Ia lulus pada tahun 1879 dan menyelesaikan disertasinya pada tahun 1883. Ia belajar lagi di Jerman pada tahun 1884-1886 dibawah arahan fisiologi kardiovaskular Cal Ludwig dan Fisiologi gastrointestinal Rudolf Hedenhain. Ia menjadi peneliti fisiologi jantung dan pengaturan tekanan darah dari tahun 1888-1890 di laboratorium Boktin di St. Petersburg. Dia menjadi seorang ahli bedah yang terampil sehingga memperkenalkan banyak metode. 

        Pavlov menikahi Istrinya yaitu Eyodor Dostoyevsky pada tahun 1881, tetapi karena Pavlov begitu miskin, maka mereka terpaksa hidup secara terpisah. Pavlov menghubungkan sebagian besar kesuksesannya dengan istrinya yang begitu mendukung dia. Pada tahun 1890 Pavlov menjadi profesor fisiologi di Akademi Kedokteran kekaisaran, Pavlov tinggal disana sampai 1924 tahun dia mengundurkan diri. 

        Pavlov terdorong untuk merumuskan hukum refleks terkondisi karena ia mengamati ketidakteraturan sekresi pada hewan normal. Dari sekitar tahun 1898 hingga 1930, ia menggunakan Sekresi Saliva sebagai ukuran kuantitatif aktivitas psikis, atau subjektif untuk menekankan keunggulan pengukuran fisiologis objektif. Mulai tahun 1930, Pavlov mencoba menerapkan hukumnya untuk menjelaskan psikosis manusia. Ia berasumsi bahwa inhibisi berlebihan menjadi ciri khas orang psikotik, merupakan mekanisme perlindungan menutup dunia luar yang berarti menyingkirkan stimulus berbahaya yang sebelumnya menyebabkan eksitasi ekstrem. Data dari pengukuran ini dicatat secara sistematis ke dalam drum yang berputar, sehingga Pavlov dapat memantau secara cermat laju air liur selama berlangsungnya percobaan.

PENJELASAN EKSPERIMEN 

        Berawal dari gagasan bahwa ada beberapa hal yang tidak perlu dipelajari anjing. Misalnya, anjing tidak belajar mengeluarkan air liur setiap kali melihat makanan. Refleks ini sudah 'terprogram' dalam diri anjing. Pavlov menunjukkan bahwa anjing dapat dikondisikan untuk mengeluarkan air liur saat mendengar suara bel jika suara itu diulang-ulang pada saat yang sama ketika mereka diberi makanan. Anjing-anjing Pavlov ditempatkan secara individual di lingkungan terpencil, diikat dengan tali kekang. Mangkuk makanan diletakkan di depan mereka, dan sebuah alat digunakan untuk mengukur frekuensi sekresi kelenjar ludah mereka.

EKSPERIMEN 

        Pada tahap awal, Pavlov mengidentifikasi bahwa makanan secara alami memicu keluarnya air liur pada anjing—sebuah respons refleks yang disebut unconditioned response (UCR). Makanan itu sendiri disebut unconditioned stimulus (UCS) karena mampu menimbulkan respons tanpa perlu pembelajaran. Namun, ketika Pavlov mulai membunyikan lonceng sebelum memberikan makanan, ia memperkenalkan neutral stimulus (NS)—yaitu lonceng yang awalnya tidak menimbulkan reaksi apa pun.

        Setelah pengulangan yang konsisten, lonceng mulai diasosiasikan dengan kehadiran makanan. Anjing pun mulai mengeluarkan air liur hanya karena mendengar bunyi lonceng, meskipun makanan belum diberikan. Dalam konteks ini, lonceng berubah menjadi conditioned stimulus (CS), dan air liur yang muncul sebagai respons terhadap lonceng disebut conditioned response (CR). Ini membuktikan bahwa respons biologis dapat dipelajari melalui asosiasi antara stimulus netral dan stimulus alami.

HASIL EKSPERIMEN 

        Hasil eksperimen ini memiliki dampak besar dalam dunia psikologi dan pendidikan. Ia menunjukkan bahwa perilaku tidak selalu bersifat bawaan, melainkan bisa dibentuk melalui pengalaman dan pengulangan. Konsep ini kemudian menjadi fondasi bagi pendekatan behavioristik dalam terapi, pendidikan, dan bahkan pemasaran. Misalnya, dalam terapi fobia, stimulus yang menakutkan dapat dipasangkan dengan pengalaman yang menenangkan untuk mengubah respons emosional seseorang.

        Secara lebih luas, eksperimen Pavlov mengajarkan bahwa otak tidak hanya bereaksi terhadap dunia secara pasif, tetapi juga aktif membentuk makna melalui pola dan asosiasi. Dalam kehidupan sehari-hari, kita pun mengalami bentuk pengkondisian klasik—seperti merasa lapar saat melihat jam makan, atau merasa tenang saat mendengar lagu yang pernah menemani masa bahagia. Pavlov tidak hanya mengubah cara kita memahami perilaku hewan, tetapi juga membuka pintu untuk memahami bagaimana manusia belajar, merespons, dan berkembang melalui pengalaman.

Friday, May 9, 2025

P.T.S.D : Peristiwa Traumatis Lalu Sampai Sekarang Dampaknya.

 Edisi Mei 2025

P.T.S.D

Peristiwa Traumatis Lalu Sampai Sekarang Dampaknya

Penulis : Bryan Oswald Suwandi

        Pernahkah sebelumnya pada suatu malam anda tiba-tiba terbangun, keringat dingin di sekujur tubuh, napas tersendat-sendat dan hal yang diingat sebelum bangun adalah suatu mimpi buruk yang ternyata terkait dengan suatu kejadian masa lampau yang menurut anda traumatis? Jika pernah maupun mengenal dengan kawan yang mengalami kejadian serupa ada kemungkinan besar teman anda saat ini pertanda sedang mengalami PTSD. Tapi PTSD itu apa sih? PTSD yaitu singkatan dari Post Traumatic Stress Disorder merupakan kondisi dimana seseorang yang setelah mengalami suatu kejadian traumatis seperti kecelakaan yang berujung maut atau luka serius, kekerasan atau pelecehan seksual.


Siapa Saja yang Bisa Mengalami PTSD?

        Siapa pun bisa terkena PTSD, tidak peduli usia, jenis kelamin, atau latar belakang yang diperlukan hanya seseorang yang terpapar pada kejadian Traumatis . Namun, risiko PTSD akan lebih tinggi jika mereka;


  • Pernah mengalami trauma serius
  • Tidak memiliki dukungan sosial yang baik
  • Mengalami trauma berulang
  • Memiliki riwayat gangguan mental lainnya

TANDA-TANDA PTSD

       Menurut DSM-5, gejala PTSD dikelompokkan menjadi 4 gejala utama, yaitu:

  1. Pengalaman Ulang (Intrusion) : gejala Intrusion ini artinya sifatnya mendadak dan tidak diinginkan adalah seperti mimpi buruk, terjadinya kilas balik pada pengalaman traumatis (flashback), pikiran mengganggu yang terus berulang dan bersifat mendadak/intrusif/tidak diinginkan

  2. Penghindaran (Avoidance) : Avoidance ini ditunjukan lewat perilaku penghindaran seperti menghindari tempat, orang, atau aktivitas yang mengingatkan akan trauma, serta juga bisa menemui diri enggan membicarakan peristiwa itu.

  3. Perubahan Emosi & Pikiran (Negative Changes) : individu dengan PTSD dapat terjadi perubahan emosi dan pikiran yang negatif, contoh perasaan bersalah, malu, atau putus asa, selain itu juga individu dengan PTSD juga sulit merasa bahagia maupun gairah, dan pada umum juga bisa menemui dirinya memiliki pemikiran dan perasaan dalam diri yang memisahkan diri mereka dari orang lain.

  4. Reaksi Berlebihan (Arousal and Reactivity) : individu menjadi terlalu responsif dan kadang menghasilkan reaksi yang berlebihan atau tidak sesuai seperti mudah marah, susah tidur, terkejut berlebihan, sulit berkonsentrasi.



    Perlu diketahui lagi perlu ada gejala ini berlangsung lebih dari satu bulan dan mengganggu kehidupan sehari-hari seseorang agar bisa disebut PTSD meski ada baiknya anda yang memiliki gejala serupa namun tidak cukup lama tetap mencoba mencari bantuan. 

Dampak PTSD pada Kinerja dan Kehidupan Sehari-hari

        PTSD berdasarkan dari Smith, M. E., & Vogt, D. (2016) dalam jurnalnya yaitu “Journal of Anxiety Disorders” dapat memiliki dampak dalam pekerjaan seperti lewat kesulitan berkonsentrasi, cepat merasa stres, DLL yang bisa menurunkan produktivitas kerja dan meningkatkan risiko konflik dengan rekan kerja.


        Selain itu dari Monson, C. M., & Taft, C. T. (2005) dalam jurnalnya berjudul “Clinical Psychology Review” dan DSM V, penderita PTSD bisa menjadi tertutup terutama apabila jika memiliki gejala avoidance, mereka jadi menarik diri dari keluarga dan teman-teman, atau bahkan mengalami ledakan emosi yang tidak terkendali. Ini sering merusak hubungan pribadi.  


Bagaimana Mengatasi dan Mencegah PTSD

        Lalu apa yang dapat kita lakukan untuk membantu ataupun melawan PTSD apalagi dengan gejala demikian 

  • Bantuan Ahli : Mencari bantuan ahli seperti psikolog untuk konsultasi preskripsi obat-obatan dari dokter atau psikiater apalagi ketika sehabis melewati kejadian traumatis.

  • Dukungan Sosial : Teman, keluarga, dan komunitas sangat membantu proses pemulihan dan menjadi jaringan untuk mencegah dan overcome gejala-gejala PTSD.

Kesimpulan

        Perlu diketahui bahwa PTSD ini bisa dialami oleh semua orang. Pola hidup yang positif serta dukungan dari orang-orang terdekatlah yang mampu melawan dan meredakan gejala dari PTSD, namun jika PTSD ini berlangsung dalam jangka waktu yang lama dan gejala semakin intens, sebaiknya langsung anda mencari pertolongan kepada profesional seperti psikolog yang akan membantu anda dalam menempuh perjalanan melawan PTSD. Mengalami trauma bukan berarti seseorang lemah. PTSD adalah reaksi normal terhadap pengalaman yang tidak normal. Meminta bantuan adalah langkah berani untuk sembuh.

Referensi

     American Psychiatric Association. (2013). Diagnostic and Statistical Manual of Mental Disorders, Fifth Edition (DSM-5). Arlington, VA: APA Publishing.

     Mayo Clinic. (2022). Post-traumatic stress disorder (PTSD)

    Smith, M. E., & Vogt, D. (2016). The impact of PTSD on employment outcomes. Journal of Anxiety Disorders.

   Monson, C. M., & Taft, C. T. (2005). PTSD and interpersonal functioning. Clinical Psychology Review.

      


Friday, April 25, 2025

Stres Pada Umumnya Ternyata Beda Dengan Stres Akut? Yuk Pahami!

 Edisi April 2025

Stres Pada Umumnya Ternyata Beda Dengan Stres Akut? Yuk Pahami!

Penulis : Gabriella Jocelyn


Stres akut adalah bagian dari kehidupan yang hampir semua orang alami. Meskipun bisa mengganggu, kita dapat mengelolanya dengan cara yang sehat dan positif. Dengan mengenali penyebab dan tanda- tandanya, serta menerapkan teknik manajemen stres yang tepat. Maka dari itu, kenali dulu apa itu stres akut


Stres akut adalah respons tubuh terhadap situasi atau peristiwa yang mendesak dan biasanya terjadi dalam jangka waktu yang singkat. Berbeda dengan stres kronis yang berlangsung lama, stres akut sering kali timbul akibat peristiwa tertentu yang tidak terduga—misalnya, ujian yang mendekat, pekerjaan yang menumpuk, atau peristiwa hidup yang tiba-tiba mengubah rutinitas kita. Meskipun sifatnya sementara, stres akut ternyata bisa sangat mengganggu dan berpotensi mempengaruhi kesehatan fisik dan mental kita.

 

Penting untuk memahami perbedaan antara stres akut dan stres kronis agar kita bisa mengelola stres dengan lebih baik. Stres akut datang dengan cepat, terjadi karena suatu kejadian atau situasi tertentu, dan biasanya akan hilang setelah situasi tersebut selesai. Contohnya menghadapi ujian semester akhir yang akan berlangsung. 



Penyebab Stres Akut


Stress akut bisa disebabkan oleh berbagai hal, baik yang bersifat pribadi, profesional, maupun situasional. Beberapa contoh penyebab stres akut meliputi:

  • Tenggat waktu yang mendekat: Tugas atau pekerjaan yang harus diselesaikan dalam waktu singkat sering kali menyebabkan kita merasa terburu-buru dan tertekan.

  • Masalah pribadi: Konflik dalam hubungan, masalah keluarga, atau kehilangan orang terdekat bisa menyebabkan stres yang tiba-tiba.

  • Perubahan besar dalam hidup: Perubahan besar seperti pindah rumah, perubahan pekerjaan, atau perubahan kesehatan bisa memicu reaksi stres.

  • Kecelakaan atau cedera mendadak: Situasi yang melibatkan cedera fisik atau peristiwa tak terduga lainnya bisa menambah beban emosional yang signifikan.


Gejala Umum Stres Akut

Setiap orang merespons stres dengan cara yang berbeda, tetapi ada beberapa tanda umum yang bisa kita kenali ketika mengalami stres akut:

  • Fisik: Nyeri kepala, detak jantung cepat, atau ketegangan otot.

  • Emosional: Kecemasan berlebihan, mudah marah, atau perasaan cemas yang tak terkontrol.

  • Perilaku: Kesulitan tidur, kehilangan nafsu makan, atau bahkan kebiasaan menghindari tugas-tugas penting.


Cara Mengatasi Stres Akut


Meskipun stres akut bisa terasa sangat mengganggu, ada banyak cara untuk mengelolanya agar tidak mengganggu keseharian Anda. Berikut beberapa cara efektif untuk mengatasi stres akut:


  1. Pernapasan dalam dan meditasi


Teknik pernapasan dalam dan meditasi dapat membantu menenangkan sistem saraf dan memberikan ketenangan mental


  1. Olahraga


Aktivitas fisik, seperti berjalan kaki, berlari, atau bahkan yoga, dapat melepaskan endorfin yang berfungsi sebagai pereda stres alami. Olahraga juga membantu meningkatkan suasana hati dan kualitas tidur. 

  1. Berbicara dengan seseorang

Terkadang, berbicara dengan teman dekat atau anggota keluarga dapat memberikan dukungan emosional yang sangat dibutuhkan. Anda juga bisa mempertimbangkan untuk berkonsultasi dengan seorang profesional seperti psikolog untuk mendapatkan perspektif yang lebih objektif.

  1. Manajemen waktu

Seringkali, stres datang karena kita merasa kewalahan dengan tugas yang menumpuk. Cobalah untuk memprioritaskan pekerjaan, membagi tugas besar menjadi bagian yang lebih kecil, dan beri diri Anda waktu istirahat.

  1. Tidur yang cukup

Kurang tidur dapat memperburuk stres. Pastikan Anda mendapatkan tidur yang cukup setiap malam untuk membantu tubuh dan pikiran pulih dari tekanan.

Meskipun stres sering dipandang sebagai sesuatu yang negatif, dalam dosis kecil dan dalam situasi yang tepat, stres akut sebenarnya bisa bermanfaat. Stres dapat memotivasi kita untuk mengambil tindakan, meningkatkan kewaspadaan, dan bahkan meningkatkan kinerja di bawah tekanan. Dalama banyak kasus, stres membantu kita untuk fokus pada tugas yang mendesak dan menyelesaikan pekerjaan dengan lebih efisien.

Namun, penting untuk diingat bahwa manfaat ini hanya berlaku selama stres tersebut dapat dikelola dengan baik dan tidak berlarut-larut. Jika stres menjadi kronis, dampaknya bisa sangat merugikan. Jika stres akut Anda mulai mengganggu aktivitas sehari-hari atau bertahan lebih lama dari yang seharusnya, penting untuk mencari bantuan profesional. Psikolog atau konselor dapat membantu Anda memahami penyebab stres dan memberikan strategi koping yang lebih efektif.


Kesimpulan


Stres akut adalah respons tubuh terhadap situasi atau peristiwa yang mendesak dan biasanya terjadi dalam jangka waktu yang singkat. Penyebab stres akut meliputi tenggat waktu yang mendekat, masalah pribadi, perubahan besar dalam hidup dan kecelakaan atau cedera mendadak. Gejala umum yang bisa kita kenali ketika mengalami stres akut dapat terlihat pada fisik, emosional dan perilaku.  Ada beberapa cara efektif untuk mengatasi stres akut seperti pernapasan dalam dan meditasi, olahraga, berbicara dengan seseorang, manajemen waktu dan tidur yang cukup.



Referensi


American Psychological Association. (2023). Stress: The different kinds of stress. Retrieved from https://www.apa.org/topics/stress/types


Sapolsky, R. M. (2004). Why zebras don't get ulcers (3rd ed.). New York: Henry Holt and Company.


Mayo Clinic. (2023). Stress management. Retrieved from https://www.mayoclinic.org/healthy-lifestyle/stress-management


Taylor, S. E. (2018). Health psychology (10th ed.). New York: McGraw-Hill Education.


National Institute of Mental Health. (2022). 5 things you should know about stress. Retrieved from https://www.nimh.nih.gov/health/publications/stress


Sarafino, E. P., & Smith, T. W. (2020). Health psychology: Biopsychosocial interactions (10th ed.). Hoboken, NJ: Wiley.

Sunday, February 9, 2025

Monophobia: Takut Sendirian?

 Edisi Februari 2025

Monophobia?

Takut Sendirian?

Penulis : Uday Fauzan


        Pernahkah kamu merasa cemas atau panik saat harus berada sendirian? Baik di rumah, di kantor, atau bahkan di tempat umum, perasaan itu bisa sangat mengganggu. Nah, itu bisa jadi gejala dari monophobia, yaitu ketakutan yang berlebihan terhadap kesendirian. Mari kita sama-sama cari tahu lebih dalam tentang monophobia dan bagaimana cara menghadapinya!

    Monophobia adalah gangguan kecemasan yang ditandai dengan rasa takut atau cemas yang berlebihan saat berada sendirian. Orang yang mengalami monophobia sering merasa cemas, tidak nyaman, atau bahkan panik saat mereka harus sendirian, baik di rumah, di kantor, sekolah, atau tempat umum lainnya. Kondisi ini dapat mengganggu kualitas hidup seseorang, baik dalam aspek pribadi maupun sosial. Kecemasan yang ditimbulkan oleh monophobia sering kali mempengaruhi kemampuan seseorang untuk berfungsi secara normal, baik dalam kehidupan sehari-hari maupun dalam interaksi sosial.


Penyebab Monophobia

     Monophobia dapat dipicu oleh berbagai faktor, baik yang berasal dari pengalaman masa lalu maupun kondisi psikologis saat ini. Beberapa penyebab umum meliputi:

  • Pengalaman Traumatis atau Pengabaian di Masa Kecil: Seseorang yang mengalami trauma, seperti ditinggalkan atau diabaikan selama masa kecil, mungkin mengasosiasikan kesendirian dengan perasaan tidak aman. Hal ini dapat menciptakan kecemasan yang berkelanjutan ketika berada dalam situasi yang serupa di masa dewasa.
  • Kecemasan Umum: Individu dengan gangguan kecemasan umum lebih rentan terhadap fobia, termasuk monophobia. Kecemasan yang berlebihan terhadap hal-hal sehari-hari bisa memperburuk perasaan cemas ketika sendirian.
  • Lingkungan Sosial yang Kurang Mendukung: Isolasi sosial atau hubungan yang tidak mendukung dapat memperburuk rasa kesendirian, memperparah kecemasan yang dirasakan oleh individu yang mengalami monophobia.
  • Pola Asuh yang Terlalu Melindungi: Beberapa individu mungkin dibesarkan dalam lingkungan yang terlalu melindungi, yang membatasi kemampuan mereka untuk belajar mandiri. Hal ini dapat menyebabkan ketergantungan emosional yang berlebihan pada orang lain, sehingga ketakutan saat sendirian berkembang.


Gejala Monophobia

        Gejala monophobia dapat bervariasi, tetapi umumnya melibatkan reaksi fisik dan emosional yang cukup signifikan. Saat seseorang yang mengalami monophobia berada sendirian, mereka mungkin mengalami:

  • Kecemasan atau Ketakutan Berlebihan: Rasa cemas atau takut yang intens muncul setiap kali seseorang harus sendirian, sering kali disertai dengan perasaan terasing.
  • Reaksi Fisik: Gejala fisik seperti detak jantung yang cepat, berkeringat, sesak napas, mual, atau pusing bisa terjadi. Ini adalah respons tubuh terhadap perasaan cemas yang berlebihan.
  • Pikiran Negatif: Individu yang mengalami monophobia sering kali dibanjiri dengan pikiran negatif, seperti membayangkan skenario terburuk, atau merasa tidak aman tanpa kehadiran orang lain.
  • Gangguan Aktivitas Sehari-hari: Ketidaknyamanan yang dirasakan dapat mengganggu aktivitas sehari-hari, seperti bekerja atau bersosialisasi. Banyak individu yang menghindari situasi di mana mereka harus sendirian, yang akhirnya mengarah pada isolasi sosial yang lebih besar.


Cara Mengatasi Monophobia

        Untuk mengatasi monophobia, dibutuhkan pendekatan yang holistik dan tepat. Beberapa langkah yang dapat diambil untuk mengelola kondisi ini antara lain:

  • Terapi Kognitif Perilaku (CBT): Terapi ini efektif untuk membantu individu mengidentifikasi dan mengubah pola pikir negatif yang memicu kecemasan saat sendirian. Dengan bantuan seorang profesional, individu dapat belajar cara untuk mengatasi ketakutan yang tidak rasional.
  • Latihan Relaksasi: Teknik relaksasi seperti pernapasan dalam, meditasi, atau yoga dapat membantu menenangkan tubuh dan pikiran, mengurangi kecemasan saat berada sendirian. Relaksasi ini membantu menurunkan tingkat stres dan meningkatkan kesejahteraan secara keseluruhan.
  • Paparan Bertahap: Menghadapi kecemasan secara bertahap adalah pendekatan yang sering digunakan dalam terapi fobia. Individu dapat mulai dengan menghabiskan waktu sendirian dalam interval pendek dan perlahan meningkatkan durasinya. Dengan cara ini, mereka dapat membangun toleransi terhadap kecemasan dan mengurangi ketakutan yang dirasakan.
  • Dukungan Sosial: Berbicara dengan teman atau keluarga tentang perasaan cemas dapat memberikan rasa aman dan dukungan yang dibutuhkan. Memiliki seseorang untuk berbagi perasaan dapat membantu mengurangi kecemasan yang dirasakan saat sendirian.
  • Membangun Kemandirian: Mengisi waktu sendirian dengan aktivitas yang menyenangkan, seperti membaca, menulis, atau menonton film, dapat mengalihkan perhatian dan membuat pengalaman sendirian lebih positif. Dengan cara ini, individu dapat membangun rasa percaya diri dalam menjalani waktu sendirian.
  • Menciptakan Rutin Harian: Menyusun rutinitas harian yang mencakup waktu untuk diri sendiri dapat membantu membiasakan diri dengan kesendirian. Rutinitas ini mengurangi ketidakpastian dan memberi rasa kontrol terhadap situasi.
  • Pendidikan Diri dan Jurnal Emosi: Memahami lebih lanjut tentang monophobia dan bagaimana kecemasan bekerja bisa membantu mengurangi stigma dan membuat perasaan ini lebih terkelola. Selain itu, menulis tentang perasaan dan pengalaman bisa menjadi cara yang efektif untuk memproses kecemasan dan melihat pola yang muncul.


Kesimpulan 

        Monophobia adalah gangguan kecemasan yang bisa sangat mengganggu kehidupan sehari-hari, tetapi dengan pendekatan yang tepat, kondisi ini dapat diatasi. Terapi psikologis, teknik relaksasi, dukungan sosial, dan langkah-langkah seperti paparan bertahap dan penciptaan rutinitas dapat membantu individu mengurangi gejala monophobia. Dengan dukungan dan penanganan yang tepat, mereka yang mengalami monophobia dapat belajar untuk menghadapinya dan menjalani kehidupan yang lebih tenang dan seimbang.


Referensi 

    Verywell Mind. (n.d.). Monophobia: Definition, symptoms, traits, causes .... Verywell Mind. https://www.verywellmind.com/what-is-the-fear-of-being-alone-2671883

    RRI. (2024, Oktober 14). Monophobia, penyebab, gejala dan penanganannya. RRI. https://rri.co.id/kesehatan/1045015/monophobia-penyebab-gejala-dan-penanganannya

    Apollo Hospitals. (n.d.). Monophobia - Gejala, penyebab, komplikasi dan .... Apollo Hospitals.https://www.apollohospitals.com/id/diseases-and-conditions/monophobia-symptoms-causes-complication-and-treatment/

    WebMD. (n.d.). What is monophobia? WebMD. https://www.webmd.com/anxiety-panic/what-is-monophobia


Ivan Pavlov : Dog Experiment

Edisi September 2025 Ivan Pavlov : Dog Experiment Sumber :  https://www.communicationtheory.org/wp-content/uploads/2022/09/ivan-pavlovs-dog-...