Monday, June 17, 2013

TRANSGENDER

TransgenderDescription: Jeanny Stavia.jpg

“Mengapa….. Aku begini….. Jangan kau.. mempertanyakan. Bila ku mati.. Kau juga mati.”. Ingatkah Anda dengan lagu tersebut? Lagu tersebut merupakan lagu yang dinyanyikan band naïf yang berjudul posesif. Akan tetapi, kita tidak akan membahas masalah lagu ini lebih lanjut. Mari fokus kepada bintang dari video musik tersebut. Bintang video musik tersebut bernama Joko Wiryanto Suwito atau biasa lebih dikenal dengan nama Avi. Dalam video musik tersebut, Joko yang berjenis kelamin laki-laki berdandan seperti perempuan. Dengan rambut panjang, make up, dan dress yang digunakan, badan Avi yang kurus tetap terlihat cukup kekar sebagai perempuan. Rahang muka yang tegas dan penampilan fisik Avi yang ditutupi dengan pernak-pernik perempuan tidak berpengaruh besar dalam menutupi jenis kelamin aslinya sebagai laki-laki. Dalam kasus ini, apakah Avi merupakan seorang yang transgender? Mari kita bahas lebih lanjut! Istilah transgender dan transeksual terkadang sulit dibedakan dan menjadi tumpang tindih satu sama lain.

Apakah pengertian transgender? Berdasarkan American Psychologist Assossiation (APA) Dictionary, transgender memiliki atau berhubungan dengan identitas gender yang berbeda dari kultural peran gender yang ditentukan dan jenis kelamin secara biologikal. Tingkatan transgender juga berkaitan dan meliputi transeksual, beberapa bentuk lainnya adalah transvestisme dan interseksual. Transgender merupakan awal dari semua gangguan identitas, seperti transeksual, gangguan identitas gender, maupun homoseksual. Mengapa transgender yang menjadi awal mula semuanya? Karena ketika transgender menetap pada individu, hal itu akan berkembang menjadi kebimbangan gender pada individu itu sendiri. Ketika individu mulai bingung terhadap identitas gendernya, maka individu bisa dikatakan mengalami gangguan identitas gender sehingga memungkinkan individu untuk mengharapkan berjenis kelamin yang berlawanan dengan jenis kelaminnya sekarang. Hal ini dapat menyebabkan individu tidak puas dan akhirnya merasa tidak nyaman dengan alat seksualnya dan ingin merubah kodrat yang telah dimilikinya. Lalu bagaimana dengan homoseksual? Dengan mengalami kebingungan terhadap identitas gendernya sendiri, perlahan individu akan mulai merubah orientasi seksualnya. Dalam kasus homoseksual, sedikit kemungkinan bahwa mereka ingin mengganti organ seksualnya. Dapat dikatakan bahwa mereka sudah merasa nyaman dengan organ seksualnya, tetapi merasa berbeda dalam orientasi seksual pada umumnya. Sebenarnya apabila kita menyinggung masalah transgender, bahasan akan menjadi sangat luas berhubungan dengan gangguan identitas gender, homoseksual seperti yang telah disebutkan, transeksual, interseksual, maupun kebingungan terhadap gender yang ia miliki atau biasa dikenal dengan istilah sexconqueer.

Apakah transeksual itu? Berdasarkan kamus APA, transeksual merupakan sebuah bentuk gangguan identitas dimana gangguan ini membuat individu tidak nyaman dan tidak tepat berhubungan dengan anatomi seks yang dimilikinya. Mereka berharap untuk hidup dengan jenis kelamin yang lain dan berkeinginan untuk menyingkirkan organ seksual yang dimilikinya dan menggantinya dengan organ seksual lain.


Dari dua pengertian diatas, apakah kita dapat mengatakan bahwa transgender dan transeksual sama? Kita tidak dapat mengatakan bahwa transgender dan transeksual adalah suatu hal yang sama, tetapi kita dapat mengatakan bahwa keduanya saling berhubungan satu sama lain. Maka, dalam pembahasan kali ini kita tidak dapat menjelaskan transgender dan transeksual secara terpisah melainkan penjelasan berkelanjutan sesuai dengan hubungan keduanya yang saling berkaitan. Di dalam Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender adalah suatu konsep kultural yang berupaya membuat pembedaan (distinction) dalam hal peran, perilaku, mentalitas, dan karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat. Maka, gender secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi sosial budaya, sedangkan seks secara umum digunakan untuk mengidentifikasi perbedaan laki-laki dan perempuan dari segi anatomi biologi.

Istilah seks (dalam kamus bahasa Indonesia juga berarti “jenis kelamin”) lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek biologi seseorang, meliputi perbedaan komposisi kimia dan hormon dalam tubuh, anatomi fisik, reproduksi, dan karakteristik biologis lainnya. Sedangkan gender lebih banyak berkonsentrasi kepada aspek sosial, budaya, psikologis, dan aspek-aspek non biologis lainnya.

Studi gender lebih menekankan pada aspek maskulinitas (masculinity) atau feminitas (femininity) seseorang. Berbeda dengan studi seks yang lebih menekankan kepada aspek anatomi biologi dan komposisi kimia dalam tubuh laki-laki (maleness) dan perempuan (femaleness). Proses pertumbuhan anak (child) menjadi seorang laki-laki (being a man) atau menjadi seorang perempuan (being a woman), lebih banyak digunakan istilah gender dari pada istilah seks. Istilah seks umumnya digunakan untuk merujuk kepada persoalan reproduksi dan aktivitas seksual (love-making activities), selebihnya digunakan istilah gender. Nah itu yang disebut dengan gender lalu jika kita menyebut dari kata transgender pasti kita akan tambah penasaran, apakah ada perbedaan dengan transeksual?

Dalam transgender, individu mempunyai peran yang berbeda dengan gender yang dimilikinya, dimana ada kemungkinan bahwa individu menggunakan pakaian-pakaian yang berlawanan dengan jenis kelaminnya (transvetism cross-dressing), baik secara rutin maupun tidak. Transgender dapat mengarah ke transeksual karena perubahan peran dan penampilan individu dapat berkembang kearah ketidaknyamanan dengan gender asli yang dimilikinya. Dapat dikatakan bahwa transgender juga mengalami gangguan identitas gender. Pada transgender, orientasi seksual belum tentu berubah tetapi kemungkinan orientasi seksual berubah sangat besar karena peran yang dijalankan dan penampilan yang ditunjukkan juga sudah berbeda. Selain itu, perlu diketahui bahwa transgender tidak atau belum membuang dan merubah organ seksualnya.

Lalu bagaimana dengan transeksual? Pada transeksual, individu benar-benar merasa terperangkap dalam tubuh dan organ seksual yang salah sehingga mereka berkeinginan untuk membuang dan mengganti organ kelaminnya. Sebagai contoh, individu dengan fisik laki-laki merasa bahwa ia seharusnya dilahirkan dan hidup sebagai perempuan sehingga ia membuang organ kelaminnya (penis) dan melanjutkan hidup sebagai perempuan. Contoh nyata lainnya adalah Dorce Gamalama dan Nong Poy. Selain itu, para individu transeksual juga secara tidak langsung memiliki orientasi seksual yang berbeda. Maksudnya adalah, apabila individu laki-laki yang transeksual menjadi perempuan, orientasi seksualnya akan berubah menjadi laki-laki dan sebaliknya.

 

Apakah yang menyebabkan transgender dan transeksual? Transeksual dan transgender dapat diakibatkan faktor bawaan (hormon dan gen), dimana individu memiliki lebih banyak hormon lawan jenis maupun genetik yang lebih mengarah ke lawan jenis. Maskulinitas dan feminimitas dibentuk secara kulturak dengan tidak membiasakan atau menganggap aneh anak laki-laki melakukan aktivitas perempuan, sedangkan perempuan tidak disoroti apabila melakukan melakukan aktivitas laki-laki dan mengenakan pakaian laki-laki dan masih diterima dalam standar perilaku perempuan. Apabila perilaku dari peran gender terbentuk, beberapa mengatakan bahwa transeksual dan transgender dapat terbentuk akibat peran lingkungan. Faktor lingkungan lebih berperan sebagai penguat dalam perilaku cross-gender. Ada beberapa orangtua maupun kerabat yang terkadang memberikan penguat terhadap perilaku itu. Sebagai contoh, perilaku cross-gender terkadang sering dilakukan oleh anak kecil pada suatu waktu. Ada orangtua yang tidak berani atau melarang apabila anak mereka memakai pakaian perempuan. Akan tetapi, terkadang beberapa anggota keluarga menggap hal tersebut sebagai sesuatu yang lucu dan imut. Respon inilah yang dapat menjadi penguat dan berkontribusi dalam identitas gender sang anak.

Apa saja akibat dari transgender dan transeksual? Yang pertama, kebanyakan dari mereka yang transgender dan transeksual tidak diterima dalam lingkungan pergaulannya sehari-hari. Terkadang mereka ditolak dalam komunitas umum dan cenderung dijauhi oleh orang-orang sekitarnya. Selain itu, mereka cenderung untuk melakukan hubungan seksual secara bebas atau bahkan dengan sesama jenis (karena mereka berpikir bahwa mereka berlawanan jenis) sehingga hubungan ini dapat mengakibatkan atau membuat mereka terjangkit virus HIV dan berujung pada AIDS.

 



Ada beberapa report kasus mengenai perilaku yang di design untuk mengubah perilaku peran seksual (behavioral treatment). Treatment ini sudah termasuk dalam membantu para laki-laki untuk membentuk suatu perilaku spesifik tertentu, seperti manner dan perilaku yang membentuk hubungan interpersonal, untuk terlihat lebih maskulin. Dalam sebuah penelitian, tiga kasus sukses dalam membantu individu mengganti perilaku peran seksualnya dan perubahan tersebut menetap. Dengan adanya hasil ini, terbukti bahwa beberapa perilaku peran seksual dapat diubah, tetapi peneliti pun tidak menjamin bahwa hasilnya akan sama apabila digeneralisasikan. Kebanyakan dari mereka yang transgender, transeksual, dan gangguan identitas gender tidak tertarik dengan sejumlah treatment.


By Gretha (penulis adalah mahasiswa psikologi UBM angkatan 2010)

PSIKOLOGI UBM MASUK BABAK FINAL CALL FOR PAPER UNISBA

Selamat kepada Cindy dan Equalina (2011) yang telah lolos masuk final call for paper dan akan mempresentasikan paper mereka pada tangal 27 Juni 2013 di UNISBA Bandung. Mohon doa dari civitas akademika. Jayalah Psikologi UBM.

SIMPOSIUM KESEHATAN JIWA, DEPOK 13-16 Juni 2013

Benny Prawira (mahasiswa angkatan 2011), telah lolos Call for Essay dan berhak mengikuti simposium kesehatan jiwa. Berikut pengalam Benny:

"Saya mendapatkan posisi di Komisi Pendidikan, salah satu dari 3 komisi yang tersedia (Perkotaan, Pendidikan, Industri).
Di dalam Simposium Kesehatan Jiwa ini, saya bersama seluruh peserta dari berbagai universitas di tingkat nasional memiliki peran serta dalam membahas draft RUU Kesehatan Jiwa. Tanggal 13 Juni 2013, kami membahas tata tertib untuk Simposium Kesehatan Jiwa.  Draft RUU Kesehatan Jiwa mulai ditelaah dan dibahas sesuai Komisi masing-masing melalui focus group discussion pada tanggal 14 Juni 2013. Saya juga berkesempatan mewakili Komisi Pendidikan untuk melakukan presentasi di saat sidang pleno pada tanggal 15 Juni 2013 yang terdiri dari perwakilan Kemenkes, penyusun RUU, serta perwakilan dari HIMPSI dan UI.
Pada hari terakhir penyelenggaraan Simposium Kesehatan Jiwa, tanggal 16 Juni 2013, saya mewakili Komisi Pendidikan, juga memberikan rekomendasi untuk follow up action dari penyusunan draft RUU Kesehatan Jiwa, yang berupa :
1.     Mengoptimalkan fungsi sosial media untuk melakukan sosialisasi mengenai RUU Kesehatan Jiwa di Indonesia
2.     Mengajak peran serta mahasiswa psikologi Indonesia untuk memperingati Hari Pencegahan Bunuh Diri Sedunia dan Hari Kesehatan Mental Sedunia bersama dengan akademisi lintas disipliner lainnya dengan tujuan untuk memperkuat rasa kepemilikan isu.
3.     Memaksimalkan partisipasi dan kontribusi dari mahasiswa psikologi Indonesia ke komunitas yang memiliki fokus visi kepada kesehatan jiwa"

STOP KEKERASAN

Didorong oleh rasa kemanusiaan dan empati terhadap RI, seorang bocah 5 SD berumum 11 Tahun, yang mengalami kekerasan dalam kemaluannya akibat benda tumpul hingga meninggal, maka Satuan Tugas Perlindungan Anak berkerjasama dengan Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban menyelenggarakan Malam Solidaritas untuk Anak Korban Kejahatan Seksual di Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK), Rabu 9 Januari 2013, jam 19.00 – 22.00 di dalam HALL Gedung Proklamasi.
Acara ini dihadiri berbagai kalangan mulai masyarakat, dari Kementerian Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, Kementrian Sosial, perwakilan Komisi III dan VIII DPR RI , para praktisi hukum dan psikologi dari Peradi, Himpunan Advokat Muda Indonesia, LBH Jakarta, HIMPSI, Yayasan Pulih, berbagai LSM terkait issue hak asasi manusia seperti Komnas HAM, perlindungan wanita (Komnas Perempuan) dan anak (KPAI), serta para selebritas dan media dari MetroTV. Banyak organisasi terlibat tumpah ruah dalam acara ini, salah satunya adalah Himpunan Mahasiswa Jurusan Psikologi Universitas Bunda Mulia di antara 74 organisasi yang mendukung aktif gerakan ‘Hentikan Perkosaan: Stop Kejahatan Seksual terhadap Anak.’ ini.
Acara dibuka dengan sambutan dari Satgas PA serta disambung oleh Kak Seto yang mengharapkan adanya lembaga untuk perlindungan korban hingga sampai ke tingkat lurah dan pemulihan psikologis yang lebih baik bagi anak-anak korban kejahatan seksual ini. Dilanjutkan oleh testimoni dari 4 perwakilan lembaga yang biasanya memberikan pendampingan kepada anak korban kejahatan seksual.
Dari testimoni ini, bisa diketahui beberapa fakta yang memprihatinkan mengenai kasus kekerasan seksual kepada anak di Indonesia. Perwakilan pertama menyatakan bahwa kebanyakan kasus kekerasan seksual kepada anak 80% berasal dari keluarga miskin. Perwakilan kedua, dari Yayasan Pulih mengatakan bahwa harus memiliki upaya khusus untuk menggali lebih banyak informasi dari korban anak yang tengah trauma. Sangat mengagetkan bahwa ada laporan yang pernah mereka terima dari anak berusia 1 tahun 10 bulan yang diperkosa oleh 2 orang lelaki secara anal dan vaginal. Amat disayangkan bahwa kasus-kasus kekerasan seksual kepada anak ini seringkali memiliki dukungan yang kurang kuat dari keluarga, kebanyakan memilih untuk berpindah tempat tinggal sehingga pemulihan psikologis yang dilakukan tidak pernah selesai. Selain itu, seringkali mereka sangat kesulitan menemukan ruang ramah anak di sekitar pengadilan ataupun kantor polisi yang bisa membuat si anak korban kasus kekerasan seksual nyaman untuk menceritakan kejadian yang menimpanya.
Perwakilan dari P2TP2A DKI Depok menyatakan keprihatinan mereka dalam aspek pendidikan untuk korban kekerasan seksual. Sedangkan menurut Nia Syariffudin sebagai perwakilan ketiga yang turut menyumbang testimoni, sangatlah sulit untuk menggali kasus kekerasan seksual karena adanya pertimbangan ‘nama baik keluarga’ apalagi jika pelaku kekerasan seksual adalah seorang tokoh yang berpengaruh di daerahnya. Beliau juga sangat berharap agar masyarakat bisa mulai berempati dengan tidak bercanda mengenai pemerkosaan karena hal itu bisa menyakiti perasaan korban dan keluarga korban yang mendengarnya.
Ibu Nurher sebagai perwakilan keempat yang bicara menjelaskan mengenai pola penanganan terhadap anak-anak korban kekerasan seksual ini. Menurut beliau, anak-anak umur  3-5 tahun cenderung lebih berani untuk menyampaikan akan tetapi keluarga seringkali menganggapnya sebagai bukan kekerasan seksual dan bahkan diminta untuk berhenti bicara. Beliau juga pernah menangani kasus untuk anak di atas umur 10 tahun yang menyampaikan kepada gurunya mengenai kekerasan seksual yang dialaminya. Amat disayangkan bahwa guru ini tidak melibatkan anak bersangkutan untuk mengambil keputusan bersama saat melaporkan kasus ini ke polisi. Si anak pun akhirnya merasa malu akibat niat baik si guru yang dinyatakan dalam cara yang kurang tepat. Untuk kasus anak – anak berumur 16 – 17 tahun, seringkali ditemukan kasus kekerasan seksual dilakukan oleh ayahnya sendiri. Ketika si ibu mengetahui hal ini, hal ini tentunya menjadi sebuah bencana bagi dirinya sendiri. Anaknya diperkosa, suaminya berselingkuh. Dalam beberapa kasus seperti ini, sebagian ibu malah menganggap anaknya sebagai saingannya sendiri.
Setelah testimoni disampaikan, acara dilanjutkan dengan doa bersama yang dibawakan dengan sangat puitis dan hikmat oleh Kyai Haji Hussein Muhammad dari Komnas Perempuan. Di sesi berdoa inilah lampu di ruangan dimatikan dan setiap hadirin menyalakan lilin yang telah diberikan sebelum memulai acara. Sembari berdoa bersama, setiap undangan yang datang menyatakan bentuk solidaritas dan keprihatinannya terhadap banyaknya kasus korban pemerkosaan yang tidak terungkap tuntas ini.
Acara pun dilanjutkan dengan orasi dari berbagai organisasi yang menyatakan sikap mereka terhadap kekerasan seksual kepada anak dan wanita. Bagaimana mereka berharap bahwa dari setiap keluarga, aparat hingga pemerintah bisa mulai menyatakan sikap lebih tegas dan menindak keras para pelaku kekekerasan seksual. Dari acara ini, kita semua bisa merenungkan kembali pernyataan Ketua SATGAS Perlindungan Anak, M. Ihsan menyatakan begitu banyak kasus korban perkosaan yang tidak terungkap tuntas, pelaku masih mendapatkan hukuman yang tidak setimpal dan kasusnya yang terlunta-lunta. Padahal korban selama hidupnya ‘mengalami guncangan kejiwaan dalam hidupnya dan sulit dipulihkan’. Beberapa dari mereka memilih kematian sebagai jalan terakhir, ada yang gila dan stress berat. Sangat diperlujan kesadaran kolektif, bahwa perilaku perkosaan adalah kejahatan dan diderita korban seumur hidupnya. Dan jangan lupa, kita semua, bukan sekedar akademisi, prakitisi ataupun ilmuwan psikologi, memiliki tugas memulihkan mereka. Karena itulah, untuk menghentikan semua kekerasan seksual kepada anak ini sangat membutuhkan dukungan semua pihak.


 By Benny Prawira (Penulis adalah mahasiswa Psikologi Universitas Bunda Mulia angkatan 2011)

Dear all,
Terima kasih untuk Benny Prawira (2011) yang telah meliput dan hadir dalam acara ini. Semoga mahasiswa Psikologi dapat terus aktif  turut serta dalam aksi anti kekerasan dimana saja...

Simposium Kesehatan Jiwa Universitas Indonesia

Selamat kepada Benny Prawira dan Clara Moningka atas lolosnya paper mereka dalam Call for essay simposium kesehatan jiwa. Para peserta yang lolos seleksi berhak mengikuti simposium dan terlibat dalam perancangan UU kesehatan Jiwa. Semoga Psikologi UBM tetap jaya...

Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis: Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?

Edisi Oktober 2024  Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis:  Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?  Penulis: Gabriella Jocelyn & V...