Friday, August 11, 2017

Menggunakan Competence Based Interview (CBI) Dalam Proses Rekrutmen


Ketika mewawancarai calon karyawan untuk suatu posisi tertentu, teknis suatu pekerjaan kadang menjadi masalah. Kita ambil contoh ketika kita mewawancarai karyawan untuk posisi Chemist Staff di sebuah industri petrokimia. Deskripsi pekerjaan dan kompetensi yang diperlukan perlu dipahami dengan benar, dan akan lebih baik jika interviewer mengetahui sedikit hal terkait teknis pekerjaan. Apakah calon karyawan yang memiliki jiwa sosial tinggi diperlukan untuk posisi Chemist Staff? Mungkin ya, namun itu bukan yang terutama. Bagaimana dengan IQ yang diatas rata-rata? Bisa merupakan nilai plus, namun setidaknya pengetahuan dan kemampuan mengolah zat kimia seperti hidrokarbon sudah memenuhi salah satu checklist kompetensi yang diperlukan. Intinya, kita tidak ingin salah menyeleksi calon karyawan karena terlalu terfokus pada salah satu faktor dan gagal melihat gambaran besar terkait calon karyawan. 

Competence Based Interview (CBI) bermula dari artikel yang dipublikasikan di tahun 1973 oleh David McClelland, seorang Psikolog Universitas Harvard, yang menekankan pentingnya mengetes kompetensi daripada mengetes intelegensi. Beliau merangkum beberapa studi yang menemukan bahwa intelegensi tidak mampu memprediksi kinerja seseorang. Berbagai tes intelegensi juga seringkali memiliki bias karena dasar budaya yang ada. Lebih lanjut lagi, proses rekrutmen tradisional, seperti pemeriksaan hasil dan koneksi, juga merupakan prediktor yang buruk dalam memprediksi kesuksesan kerja. 

Untuk menjawab permasalahan ini, beliau mengembangkan pengukuran yang mendalam terkait kompetensi seseorang. Kompetensi didefinisikan sebagai karakteristik mendasar seseorang yang memampukan mereka untuk menghasilkan kinerja yang luar biasa dalam pekerjaan, situasi, atau peran yang diberikan (McClelland, 1973).  Kompetensi adalah sebuah konsep yang menghubungkan tiga parameter : pengetahuan, kemampuan, dan sikap. Indikator / parameter dari kompetensi yang terutama adalah perilaku.

source: baxterium.org.uk

Wawancara berbasis kompetensi hadir sebagai salah satu teknik wawancara yang sistematis dengan tujuan-tujuan sebagai berikut: 
  1. Membuat wawancara dan proses seleksi fokus pada informasi yang berkaitan dengan pekerjaan
  2. Menyusun proses seleksi kedalam suatu sistem yang efisien
  3. Memperoleh informasi perilaku yang tepat dan dapat dipakai secara akurat untuk memprediksi perilaku mendatang
  4. Menjadikan keputusan penilaian dapat dipertanggungjawabkan karena terdapat bukti tingkah laku dari kandidat.
Penerapan konsep wawancara berbasis kompetensi akan lebih mudah dilakukan dengan mengingat STAR:
  1. Situation : pengalaman yang pernah dialami interviewee dan tujuan yang diharapkan saat itu. Merupakan latar belakang interviewee dalam melakukan tindakan tertentu.
  2. Task : Tugas yang pernah dipercayakan kepada kandidat untuk diselesaikan. Bersama-sama dengan poin pertama, tugas/ situasi yang dialami harus merupakan pengalaman pribadi.
  3. Action : Apa yang dilakukan sebagai respon dari tugas / situasi tersebut. Ini merupakan poin utama dari ­wawancara berbasis kompetensi.  Perilaku interviewee dapat menjadi penilaian kompetensi ketika ia menghadapi situasi / tugas serupa di tempat kerjanya nanti.
  4. Result : Hasil yang didapatkan setelah menerapkan aksi, menggambarkan perubahan yang diakibatkan oleh tindakan kandidat. Perlu diingat penggalian informasi terkait hasil tetap penting, namun bukan menjadi indikator penilaian kompetensi interviewee. Ini dikarenakan keberhasilan atau kegagalan dalam menerapkan perilaku juga dipengaruhi faktor-faktor eksternal lainnya, sehingga bukan merupakan indikator penilaian kompetensi yang utama.
Hati-hati dengan STAR yang semu atau tidak lengkap. Pertanyaan yang diajukan atau jawaban yang didapat seolah-olah sudah bagus, namun sebenarnya masih perlu digali lebih dalam. Sebagai contoh:
  1. Daripada menanyakan “bisa anda ceritakan tentang diri anda?” (yang mana tidak terfokus dan basi) anda bisa mulai dengan mencoba “saya minta anda ceritakan pengalaman sulit yang pernah dialami/tugas yang pernah dipercayakan di tempat anda bekerja sebelumnya.” (poin Situation/Task). Tanyakan satu persatu agar tidak membingungkan interviewee, dan tetap fokus pada pencarian informasi terkait perilaku
  2. Coba lakukan probing (penggalian informasi) jika: 
    • Jawaban terlalu menggeneralisasi, seperti “…saya selalu…“, “biasanya/umumnya…”, dll.
    • Jawaban merupakan penilaian/pandangan pribadi si kandidat, tapi tidak menunjukkan perilaku, misalnya “saya merasa…”, “menurut saya…”, dll. 
    • Jawaban bersifat teoritis,  namun sebenarnya belum dilakukan, seperti “seharusnya…”, “saya akan…”, dll.
Untuk memantapkan pemahaman terkait wawancara berbasis kompetensi, berikut beberapa contoh pertanyaan dan jawaban dalam proses wawancara: 
Ceritakan ketika anda mengelola suatu proyek dalam jangka waktu yang cukup panjang. Pihak-pihak mana saja yang dilibatkan? Bagaimana pengaturan jadwal yang dibuat pada saat itu? Apa yang anda lakukan untuk memastikan prosesnya berjalan sesuai dengan target?
Panduan wawancara pada contoh tersebut sudah menggali poin Situation/Task dan Action, namun masih belum menggali poin Result. Pertanyaan bisa dilengkapi dengan menanyakan hasil dari tindakan-tindakan yang sudah dilakukan.
Saya ditunjuk sebagai PIC acara dies natalis ke-50 universitas saya, namun saat itu sulit sekali meminta kesediaan para dosen untuk menjadi panitia di acara ini. Tapi pada akhirnya saya berhasil meyakinkan para dosen dan membuat struktur kepanitiaan secara lengkap yaitu 25 dosen dari 8 fakultas.
Jawaban yang diberikan sudah membuka informasi terkait Situation/Task dan Result, namun masih belum menggali poin Action. Disini interviewer bisa melakukan probing untuk mengetahui tindakan yang dilakukan interviewee sehingga bisa membentuk kepanitiaan lengkap.

Perlu diingat, prinsip dasar dalam wawancara dan teknik-teknik terkait dari membangun good rapport hingga penutup tetap perlu diikuti. Wawancara rekrutmen pada umumnya sudah memiliki kerangka pertanyaan yang dibakukan, jadi interviewer biasanya hanya perlu mengikuti panduan wawancara yang ada. STAR hanya berperan sebagai alat bantu, karena itu perlu didampingi dengan assessment tools yang lainnya.

*****


Sumber Referensi:

Hay, McBer. (1996). Scaled Competency Dictionary. Boston : Hay, McBer.

McClelland, D.C., & Litwin, G. (1967). A Brief Scoring  Manual for Achievement Motivation, MA: McBer & Co.

Spencer, L.M., & Spencer, S.M. (1993). Competence at Work. New York: Wiley.

Workshop Behavioral Event Interview, 2009.

Workshop Competence Based Interview, 2010.

Workshop Targeted Selection, 2016.

Kuliah Umum Competence Based Interview, 2017.

Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis: Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?

Edisi Oktober 2024  Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis:  Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?  Penulis: Gabriella Jocelyn & V...