Golden Allport yang merupakan seorang tokoh Psikologi mengatakan bahwa manusia memiliki ciri dan karakteristik yang berbeda antara satu dengan yang lain.Tanpa disadari perbedaan yang ada ini membawa dampak serta pengaruh yang buruk untuk seseorang. Adanya perbedaan ini dapat memicu terciptanya hubungan beracun atau yang lebih dikenal dengan istilah toxic relationship. Apakah toxic relationship ini berbahaya? Dilihat dari namanya saja dapat ditentukan bahwa hubungan ini jelas berbahaya. Toxic relationship merupakan istilah yang menggambarkan suatu hubungan yang tidak sehat yang memiliki dampak cukup buruk untuk kesehatan fisik dan bahkan kesehatan mental seseorang. Hubungan ini tidak hanya dapat terjadi pada hubungan pasangan kekasih saja, namun dapat terjadi dalam lingkungan pertemanan atau bahkan lingkungan terdekat kita, seperti keluarga.
Apakah saya berada dalam toxic relationship? Seperti apa ya tanda-tandanya?
Hubungan yang sehat ditunjukkan dengan adanya perhatian, kasih sayang serta dorongan dalam memberikan rasa aman dan nyaman untuk satu sama lain. Selain itu, dalam menjalin sebuah hubungan dibutuhkan sebuah pengorbanan. Namun, perlu digaris bawahi bahwa pengorbanan yang harus dilakukan tetap harus sesuai dengan takarannya, ya! Jika dalam sebuah hubungan ada salah satu pihak yang mendominasi, perlu di waspadai karena ini merupakan indicator dari toxic relationship. Jika hubungan tersebut tetap dipertahankan, akan berdampak pada kesehatan mental seperti memiliki kecemasan berlebihan (anxiety), stress atau bahkan lebih parahnya dapat menyebabkan depresi.
Dengan adanya pihak yang mendominasi, individu cenderung akan sulit untuk menunjukkan diri yang sesungguhnya sehingga tidak jarang seseorang harus berpura-pura menjadi orang lain untuk menjalankan dan mempertahankan hubungannya. Berpura-pura menjadi orang lain dalam suatu hubungan tentulah sangat merepotkan dan juga dapat melukai harga diri seseorang. Dengan berusaha menjadi orang lain, seseorang cenderung sulit untuk mengekspresikan dirinya sehingga hal ini juga dapat menghambat seseorang untuk bertumbuh dan berkembang.
Jika dalam sebuah hubungan terdapat toxic atau racun, salah satu pihak akan menunjukkan kepatuhan. Namun, kepatuhan yang ditunjukkan bukanlah kepatuhan yang wajar dan dapat diterima dengan logika. Karena seseorang sulit untuk mengungkapkan dirinya, ia menjadi terlalu tunduk dan patuh pada orang lain yang lebih berotoritas sehingga apapun yang dilontarkan pada dirinya ia tidak akan melakukan perlawanan. Dalam hubungan yang beracun terdapat dua serangan yang mungkin saja dilontarkan kepada orang lain, yaitu serangan verbal seperti penghinaan dan serangan fisik yang cenderung dilontarkan dalam bentuk pukulan, bahkan dalam hubungan percintaan tidak jarang dilakukan pelecehan seksual sebagai bentuk serangan fisik.
Selain itu, toxic relationship juga dapat ditandai oleh adanya penyalahgunaan kekuasaan dan kontrol, penuntut, self centeredness, banyak mengkritik, tidak jujur, komentar dan perilaku yang menuntut, manipulatif, merendahkan, dan kecemburuan berlebihan.
Orang-orang yang terlibat dalam toxic relationship memiliki potensi yang besar untuk kehilangan kebahagiaan dan rasa percaya diri. Tentu saja hal ini berdampak buruk bagi kesehatan fisik dan mental seseorang. Oleh karena itu, mengenal dan mengetahui toxic relationship sangatlah penting karena setiap individu berhak atas kebahagiaan dan kedamaian hidupnya. Perlu diingat bahwa mencintai diri sendiri merupakan hal yang paling penting, sebab itu jangan biarkan orang-orang menghalangimu untuk mencapai kebahagiaan tersebut.
Apa saja dampak dari toxic relationship?
Tiap orang tentu ingin memiliki hubungan yang dapat membawa kebahagiaan dan memberikan dampak positif. Namun hubungan yang toxic akan memunculkan perasaan terisolasi dan kesepian, stress, meningkatkan resiko gangguan cardiovascular, menurunnya kebahagiaan dan rasa percaya diri.
Secara lebih lanjut apabila hubungan sudah mengarah kepada kekerasan maka dapat memunculkan kehancuran, perasaan bersalah, perasaan tidak berdaya, depresi, perasaan terluka, dan kemarahan pada individu. Penelitian terlebih dahulu juga memperoleh hasil bahwa perasaan malu, bersalah, menyalahkan diri sendiri, penyangkalan, dan kemarahan juga muncul. Selain itu ketidak berfungsian diri pada aktivitas sehari-hari termasuk kedalamnya menurunnya self esteem dan kepercayaan diri, menyalahkan diri sendiri, dan perasaan tidak aman, sulit untuk berkonsentrasi, stress, gangguan tidur, dan kecemasan juga ditemukan pada mereka yang mengalami hubungan yang mengarah kepada abusive.
Bagaimana Cara Memperbaiki Hubungan yang Toxic?
Tidak sedikit orang yang berupaya untuk memperbaiki hubungan yang tidak sehat. Pada beberapa persoalan ada yang dapat memperbaiki hubungannya namun tidak jarang juga hubungan tersebut tidak dapat dipertahankan lagi. Berikut cara yang dapat dilakukan untuk memperbaiki hubungan yang toxic:
a. Adanya Keterbukaan dan Kejujuran
Untuk memperbaiki hubungan yang tidak sehat dibutuhkan keterbukaan dan kejujuran satu sama lain. Hal ini bertujuan agar masing-masing individu dapat melakukan introspeksi diri dan bersepakat untuk maju dan mengubah perilaku masing-masih sehingga bisa lebih produktif lagi. Selain itu, memberikan kesempatan pada satu sama lain untuk saling mengungkapkan perasaannya secara jujur, baik perasaan positif ataupun negatif.
b. Melakukan Terapi
Cara lain untuk memperbaiki hubungan dengan pasangan atau kerabat ialah dengan melakukan terapi. Proses terapi ini akan dilakukan oleh pihak ketiga yang akan memberikan arahan serta masukan secara objektif atas permasalahan yang terjadi. Namun, perlu dipastikan bahwa pihak ketiga yang ditetapkan untuk melakukan sesi terapi adalah seorang profesional sehingga dapat memberikan solusi yang akurat dan tepat atas permasalahan yang ada.
c. Belajar untuk menjadi pribadi yang lebih percaya diri
Dalam sebuah hubungan tidak jarang terjadi gaslighting atau bentuk manipulasi psikologis dimana seseorang menabur benih ketidakpercayaan atau keraguan pada orang lain. Hal ini dipercaya dapat menjadi pemicu terjadinya toxic relationship. Gaslighting membuat seseorang meragukan penilaian yang dibuatnya sehingga memicu perasaan rendah diri. Oleh karena itu, dibutuhkan rasa percaya diri agar dapat menangkis gaslighting yang dilontarkan pasangan atau kerabat kepadamu.
Bagaimana jika mengakhiri hubungan menjadi satu-satunya solusi? Apa yang harus saya lakukan?
Apa bila upaya untuk memperbaiki tidak lagi memberikan pengaruh terhadap hubungan yang dimiliki maka mengakhiri hubungan merupakan salah satu pilihan yang dapat dipilih. Pilihan untuk mengakhiri hubungan dapat menjadi solusi untuk menghentikan dampak toxic relationship dan memberikan diri “jeda” atau bahkan kesempatan untuk healing dari dampak-dampak yang diperoleh dari toxic relationship. Berikut cara yang dapat dilakukan jika ingin mengakhiri toxic relationship:
a. Menyadari bahwa diri berada dalam hubungan yang toxic
Jika kamu menyadari bahwa ciri-ciri yang sebelumnya sudah disebutkan dapat ditemukan dalam hubunganmu, maka kamu harus mulai memperhatikan lebih lanjut apakah sikap atau perilaku dari orang terkait memang memberikan dampak negative terhadapmu.
b. Meminta bantuan
Setelah menduga bahwa dirimu berada dalam hubungan yang beracun, maka kamu bisa meminta pertolongan kepada orang lain atau bahkan tenaga profesional seperti terapis, psikolog, ataupun coach. Hal ini dapat membantu untuk menguatkan dirimu, menghindari menyalahkan diri sendiri, dan membantumu untuk mulai merencanakan strategi untuk keluar dari hubungan yang toxic.
c. Ucapkan apa yang mengganggu perasaan atau pikiranmu
Sering kali kita tidak mengatakan hal yang mengganggu pikiran ataupun perasaan kita. Kita lebih memilih untuk merasionalkan dan mentoleransi sikap ataupun perilaku dari orang lain. Namun dengan mengucapkan hal yang mengganggumu dengan percaya diri dapat membantumu untuk merasa lebih baik. Menggunakan kalimat seperti “Aku merasa …. Ketika kamu ….. Aku akan… jika kamu mengulangi hal yang sama” atau “Aku merasa …. Ketika kamu … bisakah kamu .... untuk membantuku?” dapat menjadi cara yang dapat digunakan.
d. Membuat batasan dan mematuhi batasan tersebut
Membuat batasan bukanlah sesuatu yang egois. Membuat batasan merupakan salah satu self care. Batasan ini dibuat agar orang terkait tidak lagi memperlakukanmu dengan salah dan cobalah untuk konsisten dengan batasan yang telah dibuat. Sehingga orang lain memahami bahwa batasan ada dan sebaiknya tidak dilanggar.
e. Jika kamu tidak bisa mengakhirinya, batasi kontak dengannya
Batasi kontak dengan orang lain apabila kamu tidak bisa mengakhiri hubungan tersebut. Hal ini dilakukan agar paparan dari perilaku atau sikap yang toxic tidak terlalu intens dan dapat mengurangi dampak negatif yang ada.
Jika kamu merasa dirimu terjebak dalam hubungan beracun atau toxic relationship, cobalah untuk meminta pertolongan pada pihak yang dapat dipercayai seperti orang tua, saudara atau sahabat. Namun, jika dirasa masih terlampau sulit, mintalah bantuan professional seperti psikolog untuk menolongmu keluar dari lingkup toxic relationship. Tenaga professional akan membantumu untuk menemukan solusi atas permasalahan yang kamu alami.
Sumber Referensi:
Cacioppo, T., John., & Cacioppo, Stephanie. (2014). Social Relationships and Health: The Toxic Effects of Perceived Social Isolation. Soc Personal Psychol Compass, 8(2): 58-72. Doi: 10.111/spc3. 12087
Effendi, A., (2020, 2 November). Popbela.com: 10 Langkah yang perlu dilakukan untuk memperbaiki toxic relationship. Diakses dari https://www.google.co.in/amp/s/www.popbela.com/relationship/dating/amp/andhina-effendi/cara-perbaiki-toxic-relationship
Fauziah, D., (2020, 21 April). Guesehat.com: Terjebak toxic relationship? Ini cara memperbaikinya!. Diakses dari https://google.co.in/amp/s/www.guesehat.com/amp/terjebak-toxic-relationship-ini-cara-memperbaikinya.
Hatcher, P., Jon. (2019, 20 July). 10 Ways to End a Toxic Relationship. Diakses dari https://www.prevention.com/life/a28005124/ending-toxic-relationships/
Nareza, M., (2020, 16 Juni). Alodokter: Hati-hati! Ini tanda kamu terjebak dalam toxic relationship. Diakses dari https://www.alodokter.com/hati-hati-ini-tanda-kamu-terjebak-dalam-toxic-relationship
Orzeck, T. L., Rokach, A., & Chin, J. (2010). The Effects of Traumatic and Abusive Relationships. Journal of Loss and Trauma, 15(3), 167–192. doi:10.1080/15325020903375792