Wednesday, April 14, 2021

EATING DISORDER : MORE THAN WEIGHT GAIN

 

   Sebagai anak muda, tentu kita tidak akan pernah bisa lepas dari yang namanya media sosial. Jika diperhatikan atau diingat kembali, beberapa minggu terakhir ini, media sosial kita sering membahas mengenai eating disorder atau gangguan makan. Mungkin sebagian dari teman-teman sudah memahami mengenai gangguan makan ini. Namun, mungkin juga ada teman-teman yang belum memahami apa itu eating disorder. Maka dari itu, pada hari Sabtu, 10 April 2021, Hima Prodi Psikologi Universitas Bunda Mulia Kampus Ancol, mengadakan siaran langsung di Instagram (@himapsiubm) bersama salah satu dosen Psikologi, yaitu Ibu Nindya Putri Aphrodita, S.Psi., M.Psi., Psikolog, untuk membahas mengenai gangguan makan ini. Dan tulisan ini dibuat berdasarkan rangkuman dari siaran langsung tersebut.

  Gangguan makan atau eating disorder merupakan salah satu gangguan mental yang bersifat persistent atau berkelanjutan. Dilihat dari namanya saja, kita dapat mengetahui bahwa gangguan ini berhubungan dengan pola makan seseorang. Biasanya, orang yang didiagnosa dengan gangguan ini, akan mempengaruhi kesehatan fisiknya. Mereka juga mungkin memiliki rasa cemas atau takut ketika mereka akan menyantap makanan mereka.

      Dalam DSM V, umumnya terdapat 3 jenis gangguan makan, yaitu Anorexia Nervosa, Bulimia Nervosa, dan Binge Eating Disorder. Secara sederhana, gangguan Anorexia Nervosa, biasanya orang tersebut akan sangat membatasi makanannya, dan secara fisik, orang dengan gangguan ini akan terlihat sangat kurus, atau memiliki berat badan di bawah rata-rata. Sedangkan orang dengan gangguan Bulimia Nervosa biasanya akan makan banyak dalam rentang waktu yang sempit, kemudian akan melakukan tindakan compensatory. Perilaku compensatory ini biasanya dilakukan dengan memuntahkan makanannya, berolahraga dengan keras atau meminum obat pencahar. Secara fisik, orang dengan gangguan Bulimia Nervosa cenderung memiliki berat badan yang normal atau rata-rata.

   Sedangkan gangguan yang ketiga, yaitu Binge Eating Disorder adalah gangguan dimana seseorang memakan makanan dengan porsi banyak tanpa adanya perilaku compensatory. Dan orang dengan gangguan ini cenderung memiliki berat badan yang lebih (overweight) dan mulai menuju kepada obesitas.

 Penyebab dari munculnya gangguan makan ini tentu berbeda-beda antara orang yang satu dengan yang lain. Namun secara umum, terdapat dua penyebab, yaitu penyebab biologis dan penyebab psikologis. Secara biologis, terdapat ketidak sesuaian antara hipotalamus, neurotransmitter dan hormon dalam tubuh. Jadi, ketika tubuh kita sudah lapar, sinyal lapar tersebut tidak sampai kepada otak, sehingga kita merasa tidak lapar dan akhirnya memutuskan untuk tidak makan.

     Secara psikologis, salah satu penyebabnya adalah rendahnya self esteem seseorang dikarenakan standard kecantikan yang berada di lingkungan. Misalnya, “kurus itu cantik” atau standard-standard yang lain. Dengan berkembangnya standard ini di lingkungan, hal tersebut menyebabkan orang merasa bahwa ia harus menurunkan berat badannya agar dianggap cantik oleh lingkungannya.

     Sama halnya dengan gangguan kesehatan mental lainnya, gangguan makan ini memiliki beberapa stigma yang berkembang di Indonesia. Pertama, karena gangguan makan ini dapat dilihat secara fisik, biasanya orang jarang ada yang langsung berkonsultasi dengan psikolog atau psikiater. Hal ini terjadi karena orang tersebut merasa tidak ada yang salah dengan dirinya secara psikologis, maka ia memeriksakan dirinya ke dokter, bukan ke psikolog atau psikiater.

     Stigma lainnya yang berkembang adalah orang-orang yang kurang paham mengenai gangguan mental atau gangguan makan, cenderung merendahkan. Misalnya dengan mengucapkan “lebay. Gitu aja takut gendut” dan sebagainya. Kalimat-kalimat ini cenderung membuat orang yang memiliki diagnosa gangguan makan menjadi takut untuk bercerita (speak up) dan berakhir berdiam diri dengan gangguan yang ia miliki tersebut.

      Kemudian, apa yang dapat kita lakukan jika teman atau saudara kita yang memiliki symptom atau gejala dari gangguan makan ini? Yang pertama, kita harus peka dengan perilakunya. Misalnya, ketika ada teman yang sehabis makan banyak langsung pergi ke kamar mandi dan menghabiskan waktu yang lama. Atau misalnya ada teman kita yang selalu menolak ketika diajak makan bersama. Hal-hal kecil seperti itu harus kita berikan perhatian khusus, karena bisa saja hal tersebut merupakan tanda orang tersebut memiliki gangguan makan.

           Hal kedua yang bisa kita lakukan adalah coba untuk berbicara dengan teman kita tersebut. Tentu teman kita belum tentu akan langsung bercerita mengenai masalahnya, dan kita tidak bisa memaksakan hal tersebut. Yang bisa kita lakukan adalah kita sabar menunggunya siap untuk bercerita dan menegaskan kepada dia bahwa kita akan selalu ada untuknya. Dan hal ketiga yang bisa kita lakukan adalah mendorongnya untuk pergi ke professional (psikolog/psikiater) supaya teman kita bisa mendapatkan diagnosa yang tepat dan pengobatan terbaik.

     Tulisan ini dibuat bukan semata-mata agar teman-teman melakukan self diagnose. Tulisan ini dibuat untuk memberikan pemahaman lebih mengenai eating disorder dan juga gangguan kesehatan mental dan membuktikan bahwa gangguan ini nyata. Siapapun bisa memiliki gangguan kesehatan mental, termasuk gangguan ini. Bisa kita sendiri ataupun orang terdekat kita. Maka dari itu, bersikaplah peka terhadap diri sendiri ataupun orang lain.

         Jika kalian merasa tidak nyaman dengan diri sendiri, cobalah untuk pergi ke psikolog atau psikiater terpercaya (tersertifikasi dan terdaftar di HIMPSI untuk psikolog). Jangan pernah mencoba untuk melakukan self diagnose. Dengan pergi ke professional, kita mungkin dapat menemukan jawaban dari ketidaknyamanan diri kita sendiri. Stay healthy!!

Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis: Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?

Edisi Oktober 2024  Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis:  Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?  Penulis: Gabriella Jocelyn & V...