SELF HARM : DID I EVER DO IT ?
“Cutting”. Kata ini tentu tidak asing lagi di telinga kita. Cutting ini dapat diartikan juga dengan perilaku menyayat kulit. Pada umumnya, tujuan seseorang melakukan cutting adalah untuk membuat goresan luka pada tangan dengan menggunakan benda tajam hingga menembus kulit dan berdarah. Ternyata perilaku menyayat kulit atau yang biasa kita kenal dengan cutting ini merupakan salah satu bentuk dari self-harm. Lalu self-harm itu sendiri apa ya ? Jangan-jangan kita pun pernah melakukan self-harm, baik secara disadari maupun tidak.
Self-harm adalah semua hal yang dilakukan untuk menyakiti diri sendiri, self-harm menggambarkan berbagai hal yang dilakukan orang terhadap diri mereka sendiri dengan cara yang disengaja dan biasanya tersembunyi. Jadi, objek self-harm ini adalah diri sendiri (Aisyah, 2021). Beberapa gangguan jiwa yang terkait erat dengan perilaku self-harm diantaranya adalah gangguan kepribadian ambang (borderline personality disorder), gangguan depresi, gangguan bipolar, dan skizofrenia (Sadock & Sadock, 2009). Namun, sebenarnya perilaku self-harm sendiri bukanlah sebuah gangguan jiwa, melainkan bentuk kegagalan seseorang dalam melakukan coping ketika menghadapi stres (Carroll et al., 2014).
Menurut
Kusmadewi et al. (2019), pada umumnya, metode melukai diri sendiri yang lebih
banyak dilakukan oleh perempuan adalah menyayat kulit, memperburuk kondisi
medis dengan tidak mematuhi anjuran pengobatan, serta pikiran menyalahkan diri
sendiri. Sedangkan pada laki-laki, metode melukai diri sendiri yang lebih
banyak dilakukan adalah memukul diri, membenturkan kepala, serta menyetir
dengan ceroboh. Ada beberapa jenis perilaku melukai diri sendiri yang juga
kerap kali dilakukan baik oleh perempuan maupun laki-laki diantaranya seperti
menjambak rambut, mengorek bekas luka, dan menelan zat beracun.
Lalu apa
alasan sebenarnya seseorang melakukan self-harm, padahal bisa
membahayakan dirinya sendiri ? Perilaku self-harm terjadi karena
seseorang memiliki masalah dalam melakukan regulasi emosi secara internal.
Akhirnya hal ini menyebabkan perilaku melukai diri sendiri menjadi bentuk
penyaluran emosi negatif akibat rasa sakit psikis yang dirasakan dan sulit
diungkapkan dengan kata-kata. Emosi negatif ini misalnya sedih, kecewa, putus
asa, depresi, tidak berdaya, frustrasi, marah, dendam, dan emosi-emosi negatif
lainnya. Biasanya seseorang yang kesulitan mengelola emosi dan tidak tahu
bagaimana cara mengekspresikannyalah yang kerap kali melakukan self-harm.
Dari
penjelasan di atas, pernahkah kita melakukan self-harm? Tentu tidak
menutup kemungkinan bahwa kita pernah melakukannya bahkan pula tidak hanya
sekali atau dua kali saja. Maka dari itu, kita perlu tahu apa saja yang bisa
dilakukan untuk mengatasinya. Menurut Wang (2019) ada beberapa cara untuk
mengatasi self-harm, diantaranya
adalah:
1. Komunikasikan dengan orang yang kamu
percaya.
Ceritakan apa saja yang sedang
kamu rasakan kepada orang yang dapat membuatmu merasa diterima dan akan
mendukungmu. Misalnya dengan orang tua, saudara, sahabat terdekat, ataupun guru
di sekolah.
2. Kenali pemicu perilaku self-harm yang kamu lakukan.
Dengan mengenali apa pemicunya,
kamu dapat mempelajari cara untuk menghindari dan menghadapi situasi tersebut.
3. Temukan strategi coping lainnya.
Kamu bisa mengalihkan perhatianmu dengan melakukan aktivitas apapun seperti melakukan hobi atau hal yang disukai. Namun, di samping itu ada beberapa strategi alternatif lainnya yang juga bisa dilakukan, diantaranya:
- Untuk mengekspresikan perasaan sakit, hal lain yang bisa dilakukan adalah melukis dan menulis isi pikiran serta perasaanmu.
- Untuk menenangkan diri, hal lain yang bisa dilakukan adalah mandi air hangat, memijat diri, dan mendengar musik yang menenangkan.
- Untuk melepas ketegangan, hal yang bisa dilakukan adalah berolahraga, mengeluarkan suara keras, ataupun meninju bantal sebagai gantinya.
4. Mencari bantuan profesional
Para profesional kesehatan mental akan membantumu mempertahankan strategi tersebut dalam jangka panjang ataupun dapat memberikan bantuan pencegahan lainnya agar kamu tidak menyakiti dirimu lagi di masa depan.
Terdapat
2 metode lainnya yang juga bisa dilakukan sebagai upaya mengatasi perilaku self-harm
1. Self-Talk
Self-talk dilakukan dengan
menyebutkan frasa suportif ketika sedang mengalami suatu persoalan sehingga hal
ini bisa membangkitkan sebuah keberanian atau antusiasme positif pada seseorang (Bradley, 2016). Menurut Rahmadaningtyas dan Pratikto (2020),
manfaat lain dari self-talk adalah seseorang menjadi lebih
memahami persoalan yang sedang dihadapi secara objektif sehingga dapat
membantunya untuk menemukan solusi atas persoalan yang dihadapi tersebut. Contohnya
“aku bisa”, “aku kuat”, “aku berharga”, “ayo semangat bangkit lagi”, “semua
pasti ada jalan keluar”, “tidak apa-apa bersedih sekarang, tapi jangan
berlarut-larut ya”.
2. Art Therapy
Art therapy adalah seni terapi yang mendefinisikan seni sebagai alat yang ampuh dalam berkomunikasi. Art therapy juga dapat untuk membantu semua orang dalam berbagai usia untuk mengeksplorasikan emosi dan kepercayaan, mengurangi stres, menyelesaikan masalah dan konflik, dan meningkatkan rasa bahagia (Malchiodi, 2003). Art therapy digunakan untuk mengekspresikan pikiran dan perasaan individu, melalui menggambar, melukis, ataupun mewarnai objek yang diminati sesuai dengan perasaan atau suasana hati (Buchalter, 2004).
Nah, seperti itulah penjelasan mengenai self-harm. Tidak menutup kemungkinan bahwa kita pernah melakukan self-harm di masa lalu ataupun akan melakukannya di masa mendatang. Tetapi hal tersebut bisa kita cegah dan atasi dengan langkah-langkah yang benar. Cobalah belajar perlahan mengekspresikan emosi negatif yang kita rasakan dengan bercerita kepada orang-orang terdekat yang dipercaya ataupun melakukan strategi lainnya yang sudah dijelaskan di atas sebelumnya. Perlu diingat bahwa perilaku melukai diri sendiri bukanlah pilihan yang tepat karena kita semua amat berharga.
DAFTAR PUSTAKA
Aisyah, N. (2021). Jenis self harm dan cara mengatasinya menurut psikolog UGM. Diunduh pada 9 Desember 2021 dari https://www.detik.com/edu/detikpedia/d-5637004/jenis-self-harm-dan-cara-mengatasinya-menurut-psikolog-ugm
Bradley, T. E. (2016). 40 Teknik yang harus diketahui setiap konselor (Kedua; H. P. Soetjipto & S. M. Soetjipto, eds.). Celeban Timur UH III/548 Yogyakarta 55167: Penerbit Pustaka Pelajar.
Buchalter, S. I. (2004). A practical art theraphy. London:
Jessica Kingsley Publishers.
Carroll, R., Metcalfe,
C., & Gunnell, D. (2014). Hospital presenting self-harm and risk of fatal
and non-fatal repetition: systematic review and meta-analysis. PLoS ONE, 9(2): e89944. https://doi.org/10.1371/journal.pone.0089944
Kusumadewi, A. F.,
Yoga, B. H., Sumarni, & Ismanto, S. H. (2019). Self-harm inventory (SHI)
versi Indonesia sebagai instrumen deteksi dini perilaku self-harm. Jurnal
Psikiatri Surabaya, 8(1),
20-25. http://dx.doi.org/10.20473/jps.v8i1.15009
Malchiodi, C. A. (2003). Art therapy and the brain. In
Malchiodi, C. A. (Ed.), Handbook of art therapy (pp. 16–24).
The Guilford Press.
Rahmadaningtyas, F.,
& Pratikto, H. (2020, September). Efektivitas self-talk therapy pada
perilaku self-injury. Edu Consilium : Jurnal BK Pendidikan Islam, 1(2), 9-20.
Sadock, B. J., &
Sadock, V. (2009). Kaplan & sadock’s
comprehensive textbook of psychiatry (9th ed.). Philadelphia: Lippincott
William & Wilkins.
Wang, J. (2019, Maret 15). Tips dan cara untuk mengatasi self-harm. Diunduh pada 1 September 2021 dari https://www.seributujuan.id/atrium/tips-dan-cara-untuk-mengatasi-self-harm