Tuesday, December 24, 2013


Kepada seluruh dosen dan mahasiswa/i Psikologi Universitas Bunda Mulia,

"SELAMAT HARI NATAL DAN TAHUN BARU"


Selamat menikmati liburan akhir tahun dan jangan lupa untuk mempersiapkan diri menghadapi Ujian Akhir Semester (UAS).
Selamat menyongsong tahun yang baru... Goodluck :)

Kunjungan Industri ke PT. SARI ROTI

Pada tanggal 18 November 2013 mahasiswa dan dosen Program Studi Psikologi Universitas Bunda Mulia mengadakan kunjungan Industri ke Pabrik Sari Roti, sebuah industri roti yang bersifat massal dengan teknologi dari Jepang. Kunjungan tersebut dilakukan untuk mengetahui mengenai K3 (Kesehatan dan Keselamatan Kerja) di lingkungan industri dan mengetahui jalannya proses produksi, bagaimana divisi saling berkoordinasi.

Kami sangat berterima kasih pada pihak Sari Roti yang mengijinkan kami untuk datang dan menjelaskan mengenai K3 dan juga berbagai hal terkait Manajemen Sumber Daya Manusia. Pihak Sari Roti juga memberikan bingkisan roti dan yang paling penting ilmu dan wawasan baru bagi Mahasiswa Psikologi UBM. 

Nantikan kunjungan industri selanjutnya................

Thursday, December 5, 2013

A Christmas Carol



‘A Christmas Carol’ adalah film yang diangkat dari kisah novel karya Charles Dickens dengan judul yang sama, yang sangat populer di Eropa pada abad ke-18. Charles Dickens adalah pengarang novel berkebangsaan Inggris. “A Christmas Carol” sendiri adalah karyanya yang kemudian menjadi cerita rakyat klasik Eropa yang sangat terkenal, bahkan hingga sekarang. Charles Dickens adalah pengarang novel fiksi yang lebih banyak menciptakan novel dalam tema yang berhubungan dengan agama maupun yang berhubungan dengan isu sosial antara kaum aristokrat, kaum bangsawan, dan kaum buruh pada masa Viktorian Inggris, dimana saat itu, era sekulerisme, kapitalisme, dan industrialisme telah mengikis secara perlahan-lahan kehidupan sosial budaya beragama dan moralitas masyarakat, yang membuat mereka melupakan warisan nenek moyang untuk senantiasa menjaga hubungan antara Tuhan dan antar pribadi. Dengan disutradarai oleh Robert Zemeckis, film ini diisi oleh para Dubber artis Holywood terkenal, seperti, Jim Carrey (as Ebenezer Scrooge), Gary Oldman (as Bob Cratchit & Jacob Marley), Colin Firth (as George Fred), Bob Hoskins (as Mr. Fezziwig), dan Fionulla Flanagan (as Mrs. Dilber). Film ini akan dikupas berdasarkan Teori Interpersonal Harry Stack Sullivan.

Sinopsis
Kisah bermula pada tahun 1836 di London-Inggris. Ebenezer Scrooge, seorang bisnisman kaya raya yang sudah tua renta, berusia sekitar 70 tahun keatas, harus menghadapi kenyataan bahwa rekan bisnisnya, Jacob Marley, meninggal dunia. Jacob Marley meninggalkan Scrooge tepat pada saat malam Natal. Scrooge mengurus pemakaman rekan bisnisnya itu dengan berat hati karena ia harus mengeluarkan biaya untuk membuat peti dan mengurus sertifikat kematian Marley. Scrooge adalah seorang tua renta namun sangat kaya raya. Bisnisnya sangat maju dan berkembang di London. Namun Scrooge adalah seorang yang dingin, anti-sosial, kikir, pesimistis, dan mengalami kecemasan, takut akan kemiskinan. Scrooge selalu merasa cemas, takut kalau-kalau hartanya akan dicuri. Scrooge bahkan membuat kunci kantornya hingga berlapis tiga dan selalu memastikan bahwa ketiga kunci itu semua sudah terkunci rapat. Scrooge juga seorang yang kikir, ia tidak mau bersedekah/beramal karena ingin mengamankan hartanya dari hal-hal yang tidak berhubungan dengan kebutuhan pribadinya. Ia juga seorang rentenir yang selalu mengejar-ngejar kreditor. Ia tidak pernah bersosialisasi dengan tetangganya dan rumahnya pun terkesan angker, ia pun juga menerapkan diet demi menghemat pengeluaran. Singkat kata, Ebenezer Scrooge adalah ‘mimpi buruk’ bagi tiap orang yang pernah mengenalnya.

Cerita berlanjut pada suasana London 7 tahun kemudian. Scrooge sedang bekerja hingga larut malam di kantor kerjanya, menghitung laba bersama dengan pegawainya, Bob Cratchit. Malam itu adalah malam Natal, cuaca sangat dingin karena bersalju sehingga membuat Bob kedinginan. Bob ingin menyalakan penghangat tapi takut pada tatapan Scrooge yang terus mengawasinya bekerja. Tiba-tiba ponakan Scrooge, George Fred, datang, menyapa Scrooge dan ingin mengajak pamannya tersebut makan malam di rumahnya saat hari Natal besok. Namun, Scrooge dengan kasar dan sinis menolak permintaan ponakannya tersebut. Scrooge mengatakan bahwa hari Natal itu adalah omong kosong dan orang yang merayakan Natal adalah pembual besar yang memboroskan uang. Fred mengeluhkan sikap pamannya yang sangat dingin dan tidak bersahabat itu. Scrooge malah balik mengatakan bahwa Fred adalah orang miskin yang tidak akan pernah bisa menjadi kaya seperti dirinya. Scrooge mengatakan pada Fred bahwa jatuh cinta, rasa sayang, hidup dermawan, dan pernikahan itu adalah omong kosong. Fred yang merasa dihina dan disindir pamannya sendiri, pergi dari kantor Scrooge dengan hati dongkol. Tak lama setelah kepergian Fred, datanglah 2 orang dari badan amal Gereja meminta sumbangan kepada Scrooge bagi para fakir miskin agar mereka dapat merayakan Natal dengan layak. Mereka ini juga ditolak dan bahkan diusir oleh Scrooge dengan kata-kata yang menyindir dan kasar. Scrooge mengatakan bahwa kemiskinan mereka karena ulah mereka sendiri yang tidak tahu diri, miskin tapi mempunyai anak yang banyak dan membuat populasi menjadi meledak.



Hari telah larut, Scrooge akan menutup kantor. Ia meminta bob untuk tetap bekerja pada hari Natal besok dan meminta Bob untuk datang lebih pagi. Bob berusaha memohon pada Scrooge agar diberikan waktu untuk berlibur bersama keluarganya namun ditolak oleh Scrooge dengan sinis. Scrooge pulang ke rumahnya yang megah. Saat ia hendak membuka pintu rumahnya, ia melihat bayangan hijau yang menyerupai wajah rekan bisnisnya yang telah meninggal, Jacob Marley, pada gagang pintu. Scrooge menjadi kaget dan ketakutan, namun ia anggap itu hanyalah bualan pikirannya saja. Scrooge masuk ke rumahnya, membuat coklat hangat, dan duduk di depan perapian. Scrooge mulai memeriksa seluruh pintu dan jendelanya. Jika ada yang terbuka akan langsung ia tutup. Saat Scrooge duduk dengan santai, tiba-tiba lonceng di pintu kamarnya berdentang sendiri dan seolah-olah Scrooge seperti mendengar bunyi lonceng yang besar di dalam kepalanya, berdentang keras sekali. Ketika bunyi lonceng mereda, Scrooge melihat gagang pintu yang bergerak dan tak lama kemudian, datanglah bayangan arwah Marley berwarna kehijau-hijauan, menembus pintu dalam kondisi terikat rantai yang digembok pada beberapa buah kotak besi pada tiap ujung rantainya. Bayangan hantu Marley ini diajak ngobrol oleh Scrooge. Bayangan Marley ini mengatakan bahwa ia mati dengan tidak tenang dikarenakan sikap Scrooge yang sangat kikir. Bayangan hantu Marley ini juga meminta Scrooge untuk instropeksi diri dengan hidup beramal. Scrooge menerima permintaan itu dengan setengah hati. Hantu Marley yang mengetahui kemunafikan Scrooge ini mengatakan bahwa Scrooge akan dihantui oleh 3 bayangan hantu lagi. Saat bayangan hantu Marley pergi, Scrooge melihat bayangan-bayangan aneh diluar jendela seperti orang yang memukulkan kepalanya pada lemari besi dan orang yang dirantai pada sebuah balok besar dan dipukul-pukul palu.

Scrooge yang ketakutan naik ke tempat tidurnya. Namun tak lama, tirai tempat tidurnya terbuka dan ia melihat sesosok bayangan hantu di hadapannya berwujud lilin besar dengan api sebagai kepalanya. Bayangan hantu lilin ini juga diajaknya mengobrol. Bayangan lilin ini mengajak Scrooge untuk pergi melintasi masa lalunya dengan terbang melayang. Scrooge diajak menuju desa kelahirannya semasa kecil. Disini Scrooge menangis saat melihat teman-teman masa kecilnya namun ia tidak mau mengakui pada bayangan lilin bahwa ia menangis. Lalu Scrooge diajak menuju sekolahnya saat kecil. Disitu, Nampak bayangan Ebenezer Scrooge yang masih kecil terlihat murung, menyendiri, dan kesepian dalam suasana kelas yang sepi. Disini, Scrooge kecil sedang mendendangkan lagu Natal dengan tatapan mata yang kosong keluar jendela. Saat kecil, Scrooge menceritakan pada hantu bayangan lilin bahwa ia adalah anak yang pemalu dan tertutup, jarang bergaul, dan jarang diperhatikan oleh orangtuanya. Setting tempat seketika berubah, yaitu Scrooge yang telah beranjak remaja dan sedang berbicara dengan teman perempuannya yang akan pulang kampung saat liburan Natal. Scrooge muda saat itu larut dalam kegembiraan teman perempuannya itu dan memeluknya.



Bayangan hantu lilin kemudian mengajak Scrooge untuk pergi kepada masa lalunya yang lain yaitu saat ia telah beranjak menjadi dewasa. Saat itu, Scrooge mulai mengenal cinta dan ia jatuh cinta pada seorang wanita bernama Belle yang diajaknya berdansa dalam sebuah pesta malam Natal yang meriah oleh bosnya, Fezziwig. Scrooge tersenyum saat melihat bayangannya yang sedang berdansa dengan wanita pujaannya itu. Tak lama, setting bayangan di depannya berubah. Kali ini bertempat di ruang kerja Scrooge, tepat pada saat malam Natal juga. Disini, Scrooge meyaksikan saat ia yang masih muda, bertengkar dengan Belle. Belle mengeluhkan sikap Scrooge yang terlalu memikirkan bisnis, karir, dan harta kekayaan ketimbang memikirkan dirinya. Scrooge yang saat itu telah beranjak dewasa malah balik memarahi Belle, menggebrak meja dengan kasar, dan mengatakan bahwa itu adalah hal yang wajar dimana seorang pria mengejar kesuksesan untuk terhindar dari kemiskinan. Belle pun meminta Scrooge untuk memilih, dirinya atau karir dan ternyata Scrooge lebih memilih karirnya. Belle yang sedih dan menangis meninggalkan ruang kerja Scrooge, meninggalkan Scrooge muda yang terpaku sendiri.

Scrooge yang tidak tahan melihat masa lalunya ini meminta hantu lilin untuk membawanya pergi dari tempat itu, tapi hantu lilin menolak dan malah memperlihatkan berbagai macam wajah-wajah orang yang pernah ada dalam kehidupan Scrooge. Scrooge yang marah lalu berusaha memadamkan hantu lilin. Scrooge merasa puas, namun ia justru malah terlempar ke udara dan jatuh kembali ke kamar tidurnya. Scrooge yang setengah kesakitan mendengar suara tawa pria yang sangat berat dan melihat pintu kamarnya yang bercahaya dari luar. Pintu itu terbuka dan meminta Scrooge untuk masuk kedalamnya. Scrooge pun masuk dan melihat ruangan yang sangat indah, bercahaya kelap-kelip dengan berbagai macam ornamen Natal dan kado-kado Natal yang menumpuk hingga menjulang tinggi. Scrooge melihat sesosok manusia seorang laki-laki tambun, berkumis, memakai jubah berbulu yang indah, membawa obor, dan berjenggot lebat, sedang duduk diatas kado-kado Natal. Bayangan ini memperkenalkan diri sebagai hantu kado Natal. Ia menanyai Scrooge, apakah Scrooge pernah bertemu dengan keluarganya di London yang berjumlah 1.842 orang. Scrooge menjawab tidak pernah. Scrooge tidak menangkap maksud dari hantu ini, bahwa saudaranya yang sejumlah 1.842 itu adalah para fakir miskin yang tersebar di London. Scrooge bertanya kepada bayangan hantu tadi kenapa memakai sarung pedang tapi tidak ada pedangnya. Bayangan hantu ini menjawab bahwa itu sebagai simbol perdamaian bagi semua manusia di muka bumi, pesan dari hari Natal. Bayangan hantu ini meminta Scrooge untuk memegang tali jubahnya, menghembuskan percikan api dari obornya ke lantai sehingga lantai tampak seperti berlubang dan melayang-layang di atas kota London. Bayangan hantu ini mengajak Scrooge jalan-jalan menyusuri seluruh sudut kota London, Scrooge sangat senang dan terpana dengan keindahan kota London dari atas angkasa. Scrooge diajak menuju tempat pembuatan roti, disitu Scrooge melihat para fakir miskin sedang mengantri untuk membeli roti. Bayangan hantu tadi lalu mejelaskan bahwa banyak sekali orang-orang kaya yang munafik dan menolong sesama mereka hanya supaya nama mereka terkenal serta mendapat sanjungan, bukan dari lubuk hatinya.



Bayangan hantu ini lantas membawa Scrooge menuju rumah pegawainya, Bob Cratchit yang sederhana, miskin, namun bahagia. Anak Bob, Timmy adalah anak bungsunya yang cacat namun sangat disayang oleh Bob. Keluarga sederhana yang bahagia ini kemudia makan malam bersama dalam kehangatan suasanan malam Natal. Ada adegan dimana saat Bob akan bersulang untuk Mr. Scrooge, istrinya malah memarahi dia dan mengatakan bahwa Scrooge adalah pria tidak berperasaan. Bob menegur istrinya dan membela nama Scrooge dengan mengatakan bahwa sebenarnya Mr. Scrooge adalah orang yang baik, hanya saja Tuhan belum menjamahnya. Scrooge yang menyaksikan hal ini hanya terdiam termangu dan malu. Tak lama setting pun berubah, kali ini di rumah keponakannya, George Fred. Fred yang menciptakan joke ringan seputar kehidupan Scrooge membuat tebakan yang lucu mengenai Scrooge. Disini, teman-teman Fred merasa jengkel dengan ulah pamannya itu, namun justru Fred membela pamannya dan mengajak teman-temannya untuk bersulang bagi pamannya, Ebenezer Scrooge. Bayangan hantu kado natal ini lantas membawa Scrooge dalam sebuah ruangan yang berisi alat-alat mekanik jam raksasa. Hantu ini mengatakan bahwa ia tidak akan bertahan lama dan hanya hidup dalam satu malam saja. Dari dalam jubah hantu ini ada dua orang anak miskin dekil yang terlihat seperti ketakutan karena tersiksa oleh ‘pola pikir’ Scrooge mengenai pandangannya terhadap orang miskin. Bayangan hantu ini kemudian mati seiring dengan dentang lonceng dari jam raksasa tersebut, perlahan-lahan menjadi tengkorak dan abunya tertiup angin, meninggalkan Scrooge seorang diri dalam ruangan misterius itu.



Scrooge yang sendiri melihat bayangannya di lantai tiba-tiba berubah menjadi bayangan malaikat kematian berwujud tengkorak dan memakai jubah panjang. Bayangan kematian ini lantas mendorong Scrooge sampai terjungkal jatuh ke lantai, hingga lantai berlubang. Scrooge terjatuh pada anak tangga yang panjang dan curam. Di dasar anak tangga ini, Scrooge melihat bayangan 3 orang laki-laki yang sedang membicarakan tentang sebuah berita kematian seorang pria tua yang kaya raya dan hidup seorang diri. Scrooge masih belum tahu siapakah orang yang dimaksud. Scrooge lari ketakutan karena ia dikejar oleh bayangan hitam kematian yang menaiki kereta kuda hantu. Scrooge juga dihantui oleh bayangan orang-orang kaya yang meninggal dengan berfoya-foya dalam bentuk seperti zombie sedang minum minuman beralkohol dan bersama perempuan-perempuan pelacur. Scrooge yang terus berlari tidak menyadari bahwa semakin ia berlari, semakin ia menyusut menjadi kecil, sekecil tikus. Scrooge yang sudah menjadi kecil itu lalu bersembunyi pada sebuah saluran got yang kotor dan jorok. Namun, Scrooge kembali dikejar oleh bayangan hitam kematian yang tidak kenal lelah untuk mendapatkan Scrooge. Scrooge terlempar ke dalam got dan menyusuri saluran got yang licin karena membeku. Scrooge terlempar jauh menuju dataran yang lebih rendah hingga ia terjatuh ke dalam keranjang yang dibawa oleh pembantunya, Mrs. Dilber.

Di dalam rumah Mrs. Dilber, Scrooge yang telah berubah menjadi kecil tersangkut pada tirai tempat tidurnya yang diambil Mrs. Dilber dari rumahnya. Scrooge melihat Mrs. Dilber dan suaminya sedang tertawa gembira karena berhasil menjarah barang-barang layak pakai di rumahnya. Mrs. Dilber mengatakan pada suaminya bahwa ia juga mengambil baju yang dikenakan Scrooge saat penguburannya. Sadarlah Scrooge bahwa lelaki tua yang mati dengan hidup sendiri, yang dibicarakan oleh bayangan 3 pria di dasar tangga itu adalah dirinya sendiri. Bayangan kematian itu lantas mengajak Scrooge untuk melihat jenazah yang terbujur kaku dan terbaring di tempat tidur kayu. Scrooge menawarkan kepada bayangan kematian itu, apabila ada orang-orang yang berduka atas kematiannya, maka bayangan kematian harus meloloskan ia dari maut. Ternyata, dalam suatu penglihatan lain, Scrooge melihat bahwa orang-orang di kota itu semuanya gembira atas kematian Scrooge, terutama orang-orang yang berhutang pada Scrooge. Scrooge sangat sedih melihat penglihatan itu. Scrooge meminta lagi pada bayangan kematian, pasti ada satu atau dua orang yang berduka atas kematiannya, entah itu anggota keluarganya atau siapa pun. Scrooge minta diperlihatkan siapakah orang yang sungguh-sungguh berduka akan kematiannya. Bayangan kematian menunjukkan penglihatan, sebuah rumah dengan anggota keluarga yang berkumpul. Ternyata, orang yang sangat berduka dan menangisi kematiannya tidak lain adalah pegawainya sendiri, Bob Cratchit yang selama ini ia tekan terus untuk bekerja keras, yang ia beri gaji tidak layak, dan yang ia remehkan sebagai rakyat jelata. Dalam penglihatan itu, Scrooge melihat Bob berdoa sambil menangis, sangat berduka dan mendoakan arwah Scrooge yang telah meninggal agar tenang. Scrooge sangat malu dan menangis melihat hal ini dan meminta agar bayangan kematian memberinya kesempatan untuk merubah sifat buruknya itu. Namun bayangan kematian malah mengajak Scrooge ke areal pekuburan dan menunjukkan batu nisan yang tertulis nama Ebenezer Scrooge. Scrooge berteriak-teriak dan menangis, memohon agar bayangan kematian mengasihaninya dan memberinya kesempatan untuk bertobat. Bayangan kematian menolaknya, Scrooge berusaha untuk kabur, tapi kakinya malah tertancap dalam pusaran tanah yang semakin lama semakin dalam. Di dalam pusaran tanah itu, Scrooge melihat sebuah peti mati kosong yang terbuka lebar. Scrooge menjerit untuk memohon pada bayangan kematian agar mengampuninya, tapi bayangan kematian melepaskan pegangan tangannya sehingga Scrooge terjatuh ke dalam pusaran lubang tanah yang dalam itu.

Scrooge terjatuh, dan ternyata ia sedang berada di kamarnya. Kakinya terikat pada tirai tempat tidur. Scrooge melonjak-lonjak kegirangan dan menari-nari karena ia berhasil kembali ke realitas hidupnya. Scrooge membuka jendela dan mensyukuri keindahan pagi. Ia menyuruh seorang anak kecil pengangkut barang untuk membeli kalkun ukuran besar di pasar dan mengantarnya ke rumah Bob Cratchit di Camden Town. Scrooge bahkan membuat Mrs. Dilber yang sedang bekerja ketakutan dan mengira bahwa Scrooge telah menjadi gila. Saking gembiranya, Scrooge meluncur di jalanan yang membeku dengan berpegangan pada sebuah kereta kuda yang sedang melaju kencang seraya meneriaki orang-orang yang hilir mudik di jalan. Orang-orang yang melihat ini sangat heran dan terpukau. Siangnya, Scrooge hendak pergi ke kantornya dan tak sengaja berpapasan dengan ketua badan amal Gereja untuk fakir miskin. Scrooge menghampirinya, meminta maaf atas tindakan kasarnya yang telah mengusir mereka dengan tidak hormat dan mengatakan bahwa Scrooge akan menyumbangkan 50% hartanya kepada fakir miskin. Orang ini sangat takjub dan gembira, seakan tidak percaya Scrooge mengalami perubahan dalam satu malam. Bahkan Scrooge memberikan uang 2 Shilling kepada pengamen jalanan sambil ikut menyanyikan lagu “joy to the world”. 2 Shilling adalah jumlah yang sangat banyak saat itu, nilai 2 Shilling sama dengan 1 keping emas. Scrooge juga melunaskan tanggungan orang-orang yang berhutang padanya. Malam harinya, Scrooge pergi ke rumah keponakannya, Fred, untuk memenuhi undangan makan malam. Keponakannya yang semula kaget terdiam saat Scrooge berkata bahwa ia ingin makan malam bersama. Fred yang terdiam terpaku lantas bergembira menyambut kedatangan pamannya itu dan mulai memperkenalkan Scrooge pada kawan-kawannya. Mulailah mereka makan malam bersama dengan suasana gembira. Paginya, Scrooge membuat kejutan kepada Bob Cratchit. Scrooge menyuruh Bob untuk mengambil cuti Natal selama sepekan dan menaikkan gaji pegawainya itu 3 kali lipat. Scrooge menyuruh Bob berbelanja kebutuhan Natal bagi seluruh keluarganya dan terutama bagi anaknya yang cacat, Timmy. Bob sangat heran dengan perubahan Scrooge ini. Bahkan Scrooge meminta kepada Bob agar ia bisa menjadi ayah kedua bagi anaknya yang cacat itu. Akhir cerita, Scrooge berjalan menyusuri London dengan Timmy di atas bahunya.


A. Analisis Umum
Scrooge adalah orang yang anti-sosial, pesimistis terhadap orang lain, dan hanya memenuhi keegoisan dirinya dalam pemenuhan segala kebutuhan individual. Scrooge menyatakan dirinya sebagai orang kaya yang harus tetap eksis di jalurnya dan tidak boleh melenceng sedikitpun. Harta kekayaannya merupakan pemicu masalah kecemasannya (neurotik) dan penyebab gagalnya hubungan antar pribadi yang terjadi dalam kehidupannya. Disini, sosok Jacob Marley adalah pengobat dari rasa neurotik Scrooge. Kepercayaan Scrooge kepada Jacob Marley sangat besar sehingga Scrooge seolah ‘bergantung’ pada Marley demi eksistensi dirinya dari menghindari rasa kesepian dan kehausan akan sosok yang dapat menemani hidupnya dalam jalur bisnis. Namun, semua itu sirna kala Marley harus meninggal dunia dan meninggalkan Scrooge seorang diri. Scrooge yang melihat bayangan-bayangan hantu merupakan ekspresi imajinasi atau khayalannya belaka. Scrooge yang mulanya harus kehilangan sahabat terbaiknya, Jacob Marley selama 7 tahun, mulai melakukan represi akan segala kenangan-kenangan pahit dalam kehidupannya, yaitu sebelum ia berkenalan dengan Jacob Marley.

Kehilangan sahabat satu-satunya yang memahami eksistensi hidupnya merupakan pukulan yang berat dan merupakan kenyataan tak terbantahkan bahwa Scrooge harus hidup seorang diri. Pukulan ini terendap selama 7 tahun dan memaksa Scrooge untuk mengulang kembali masa-masa lalu kehidupannya. Kilas balik kehidupan Scrooge ini, ia gambarkan/wakilkan sendiri melalui bayangan-bayangan hantu yang mendatanginya. Pertama adalah bayangan sahabatnya sendiri, Marley, dan kemudian bayang-bayang hantu lainnya. Tiap-tiap bayangan hantu menunjukkan masa lalu yang kelam, masa lalu yang menyenangkan, serta kehidupan Scrooge sesudah ia kaya. Masa lalu yang kelam yaitu masa kecilnya yang pemurung, pendiam, jarang diperhatikan oleh orangtuanya, dan masa-masa saat ia harus kehilangan orang yang dicintainya, Belle, demi keegoisan hatinya. Masa lalu yang menyenangkan yaitu saat ia mulai mengenal cinta dan kasih sayang pada pandangan pertama.

Bayangan terakhir adalah bentuk kecemasan Scrooge dimana ia akan mati sementara hartanya terbengkalai. Scrooge adalah seorang Neurotik (cemas akan segala sesuatu), ia sangat neurotik terutama mencakup eksistensi harta kekayaannya, ia takut jika kekayaannya berkurang dan menyebabkan ia jatuh miskin. Terlihat disaat ia hendak membayar biaya pemakaman Marley, Scrooge masih perhitungan, ia menghitung berkali-kali keuntungannya dan melakukan double-check atas pengeluaran dan pemasukan, lalu memberi kunci 3 lapis pada kantor kerja dan rumahnya, memeriksa pintu dan jendela di rumahnya secara ketat seakan-akan perampok akan mendatangi rumahnya, dan melakukan diet demi menghemat pengeluaran.

Terakhir, Scrooge sadar bahwa ia telah menjadi tua dan pasti akan mati. Kecemasan mendasar Scrooge yang mati dengan meninggalkan harta kekayaannya tergambarkan melalui imajinasi dalam bentuk bayangan terakhir yaitu bayangan hantu kematian yang selalu mengejar-ngejarnya. Ketakutan Scrooge pada Marley sebenarnya bukan karena sosok Marley yang ‘menghantuinya’, namun lebih disebabkan ketakutan Scrooge akan kenyataan bahwa ia akan mati seperti Marley yang mendahuluinya, dan meninggalkan hartanya yang banyak di dunia ini.


B. Kebutuhan
Kebutuhan akan kelembutan – Scrooge semasa kecilnya tidak menerima kelembutan (kasih sayang) dari orangtuanya, namun, ia memperoleh kelembutan cinta pada saat ia beranjak dewasa. Kelembutan yang didapatkan Scrooge didapat melalui sentuhan tangan dan tatapan mata saat ia berdansa dengan wanita pujaannya, Belle. Scrooge disini memposisikan Belle sebagai ‘Mothering One’/kelembutan ibu pengasuh yang mampu memuaskan kebutuhan umumnya akan kasih sayang dan kelembutan yang tidak ia dapatkan dari orangtuanya. Scrooge memuaskan kebutuhannya dengan kelembutan umum ini, namun kemudian, bertabrakan dengan kebutuhan zonalnya (instrumen lain untuk pemuas kebutuhan). Menurut Scrooge, ia akan menjadi sejahtera (well-being) apabila ia mampu menjadi orang kaya yang sukses. Kedua pemuasan kebutuhan ini sangat bertolak belakang/bergesekan sehingga menyebabkan Scrooge menjadi lebih memprioritaskan apa yang menjadi kebutuhan zonal ketimbang kebutuhan umum. Hal ini menyebabkan berbagai dinamisme dalam diri Scrooge, yaitu;
1.    Kedendaman (Malevolance) – mengkristalkan bentuk niat jahat dan rasa benci, dicirikan seperti hidup di antara musuh. Scrooge yang tidak percaya orang lain selain daripada Jacob Marley sahabatnya, bahkan kepada anggota keluarganya sendiri (George Fred) Scrooge tidak percaya. Scrooge menganggap orang lain adalah musuh dalam selimut, dan yang berlaku baik padanya adalah ibarat ‘tikus pengerat’ yang ingin merongrong hartanya sedikit demi sedikit. Karena sikapnya inilah yang menyebabkan Scrooge memberikan ‘perilaku’ negatif pada dunia.
2.   Keintiman (Intimacy) – Scrooge menjalin hubungan yang intim antara ia dan Marley. Karena Scrooge mengalami neurotik, maka ia hanya mempercayai satu orang yang telah ia kenal lama dalam dunia bisnis, yaitu Jacob Marley, sahabat dan rekan kerjanya. Saat Marley meninggal, Scrooge tidak bisa lagi memiliki keintiman layaknya kelembutan sahabat yang mampu menggantikan kebutuhan umum. Keintimannya dengan Marley membuat ia kesepian kala menerima kenyataan bahwa Marley harus meninggal dunia, meninggalkan Scrooge sendiri.
3.  Nafsu (Lust) – Yaitu kecenderungan yang mengisolasi. Nafsu Scrooge yang ingin menambah dan mempertahankan kekayaannya. Nafsu kebutuhan kelembutan umum (seksual) tergantikan oleh nafsu kelembutan akan kebutuhan zonal (kekayaan). Kekayaan membuat Scrooge ‘gelap mata’ dan menghindari diri dari hubungan intim, baik dengan wanita (saat ia dan Bele bertengkar) maupun dengan anggota keluarganya (saat ia menolak tawaran makan malam Fred), sehingga ia terisolasi dalam ‘kehidupan’ yang ia ciptakan sendiri.
4. Sistem diri (Self-System) – pengoperasian rasa aman (Security Operations) melalui Disosiasi (Dissociation) dan ketidakpedulian selektif (Selective Inattention). Disosiasi yaitu menolak impuls-impuls, hasrat-hasrat, dan kebutuhan untuk masuk dalam kesadaran. Scrooge menolak mentah-mentah rasa sayang dan rasa belas kasihan karena kedua hal ini akan membuat hartanya berkurang. Hal ini menyebabkan Scrooge memiliki ketidakpedulian selektif atau penolakan untuk melihat hal-hal yang tidak diinginkan, yaitu tidak mau memberikan hartanya untuk hal-hal yang tidak penting bagi dirinya, apalagi mendermakan uangnya bagi fakir miskin, karena toh fakir miskin tidak pernah menguntungkan dia juga. 



C. Personifikasi
1.      Ibu Jahat dan Ibu Baik (Bad-Mother & Good-Mother) – Ibu jahat yaitu pengalaman masa kecil dengan puting yang buruk, masa kecil Scrooge yang jarang mendapatkan kasih sayang dari orangtuanya, Scrooge kecil tidak diberi puting yang baik. Setelah itu munculah personifikasi ibu baik yang diwakilkan oleh Belle, yang mampu memberikan puting yang baik yaitu kelembutan kasih sayang dan cinta.
2.    Aku (Me) -  Personifikasi Aku Jahat lahir dari pengalaman dihukum orangtua, tidak diceritakan hukuman dari orangtua Scrooge. Personifikasi Aku Baik dihasilkan dari pengalaman mendapatkan reward, disini juga tidak diceritakan masa kecil Scrooge yang mendapat reward dari orangtuanya. Personifikasi Bukan Aku berasal dari pengalaman terjarakkan maupun perasaan tidak dipedulikan. Scrooge saat kecil menjadi pendiam dan pemurung karena jarang diperhatikan oleh orangtuanya, lebih banyak menghabiskan waktunya di kelas untuk merenung dan melamun.
3.    Eidetik (Eidetic Personification) – karakter fiksi atau imajiner. Disini, Eidetik terjadi pada masa dewasa Scrooge yaitu proyeksi imajinasi-imajinasi yang ia ciptakan sendiri melalui percakapannya dengan bayangan hantu Jacob Marley dan 3 bayangan hantu lainnya, yang mana kesemuanya mewakilkan masa lalu (kelam) dan rasa cemasnya.


 D. Tahap Perkembangan
1.      Masa Kanak-Kanak (Childhood) – Pada masa ini, Scrooge mengakui (pada bayangan hantu lilin) bahwa ia adalah anak yang pendiam dan pemurung dikarenakan orangtuanya yang jarang memperhatikan dirinya. Ibu ‘riil’ nya tidak mampu memberikan kebutuhan akan kasih sayang yang diperlukan bagi perkembangan psikologisnya. Pada pengabaian ini, maka terbentuklah personifikasi “Bukan Aku” dalam diri Scrooge kecil, perasaan bahwa “aku” bukanlah “anak ibuku”. Pengekspresiannya dengan mengevaluasi sosok ibu yang baik dalam sebuah lamunan di kelas.
2.     Masa Remaja Awal (Early Adolescence) – Pada masa ini, Scrooge mulai menjalin persahabatan dengan teman lawan jenisnya, yaitu saat Scrooge memeluk dan mengucapkan selamat pulang kampung kepada teman perempuannya.
3.     Masa Dewasa (Adulthood) – suatu periode dimana orang membangun suatu hubungan cinta yang signifikan dengan orang lain. Pada masa ini, Scrooge mulai merasakan cinta pada Belle yang diajaknya berdansa dan berkomitmen untuk menyatakan cintanya pada Belle.


E. Gangguan Psikologis
Scrooge mengalami gangguan psikologis yang mencakup semua gangguan Schizofrenic yang dilandaskan pada faktor-faktor situasional. Scrooge mengalami masa-masa pahit pada saat malam Natal maupun pada saat Natal sehingga Scrooge membenci hari Natal sebagai hari perayaan omong kosong atau pembual besar (humbug). Jika bagi orang lain Natal adalah kegembiraan, maka bagi Ebenezer Scrooge, perayaan Natal adalah perayaan kesialan dalam perkembangan kehidupannya, hari dimana masa lalunya yang kelam terjadi dalam suasana Natal. Reaksinya berupa emosi yang misterius, hubungan yang tidak memuaskan dengan orang lain, dan kecemasan yang semakin meningkat. Scrooge yang memiliki pribadi ‘terjarakkan’ berusaha membangun sistem diri elaboratif untuk menghalangi pengalaman yang mengancam rasa aman yaitu dengan pengoperasian rasa aman.


                                                 - Happy Ending Story -


  Pembahasan oleh:  
Vidianto Risan, Selvi, Putri Firdaus, dan Willy Sohlehudin 
(Mahasiswa Psikologi Angkatan 2012)








Thursday, November 21, 2013

Expressed Emotion and Schizophrenia



Benarkah Expressed Emotion Keluarga Berdampak terhadap Proses Penyembuhan Individu dengan Skizofrenia?


Apa yang dimaksud dengan expressed emotion? Dan apakah expressed emotion memiliki dampak terhadap proses penyembuhan individu dengan skizofrenia? Dikutip dari laman Wikipedia, expressed emotion atau EE adalah emosi yang ditampilkan, biasanya dengan latar belakang keluarga, dan ditampilkan oleh anggota keluarga atau orang yang merawat individu.  

Ada lima tipe EE dalam keluarga yang memainkan peran signifikan terhadap skizofrenia, yaitu kehangatan, perkataan positif, kritik, kekerasan dan keterlibatan berlebihan (Brown, 1985). Kehangatan dan perkataan positif termasuk ke dalam EE positif sementara kritik, kekerasan dan keterlibatan berlebihan termasuk ke dalam EE negatif. Keluarga yang memiliki anggota dengan skizofrenia menampilkan EE berbeda-beda. 

Beberapa keluarga merasa sedih karena salah satu anggota keluarga mereka sedang sakit, mereka turut merasa menderita dan ingin membantu agar anggota keluarga mereka cepat sembuh. Sehingga mereka menunjukkan EE positif seperti kehangatan, perkataan positif, toleransi, tidak menuntut, tidak mengkritik, dan memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang mengalami skizofrenia.

Sebaliknya, beberapa keluarga justru menunjukkan EE negatif. Banyak alasan yang mendasari perilaku ini. Bisa jadi keluarga merasa malu karena salah satu dari mereka mengidap skizofrenia, tidak sabar dalam merawat, merasa terbebani, merasa tidak peduli atau karena alasan-alasan yang lain. EE negatif dapat berupa kritikan, kekerasan, keterlibatan berlebihan dalam kehidupan anggota dengan skizofrenia dan lainnya.

Menurut Brown (1962, 1972), secara teori, level EE yang tinggi di rumah dapat  memperburuk kondisi pasien dengan sakit mental. Level EE tinggi yang dimaksud adalah level EE negatif.
Jika individu dengan skizofrenia menerima kritik, kekerasan serta keterlibatan berlebihan dari keluarganya, maka akan mengakibatkan individu merasa tertekan. Secara tidak langsung, hal ini berpengaruh terhadap kesehatan individu. Masih menurut Brown (1985), pasien skizofrenia akan kembali memunculkan simptom-simptom jika mereka kembali tinggal bersama keluarga atau pasangan. 
Namun, penelitian yang dilakukan oleh M.A. Subandi mengatakan sebaliknya. Menurut Subandi (2011), level EE yang tinggi tidak terlalu berdampak negatif terhadap individu dengan skizofrenia, jika diinterpretasi secara positif.
Subandi melakukan penelitian terhadap beberapa orang. Di mana seorang partisipan memiliki keluarga dengan level EE tinggi dan setiap hari ia menerima EE negatif dari keluarganya. Namun, partisipan tersebut merasa bahwa sikap keluarganya yang demikian merupakan cara dalam menunjukkan kasih sayang kepadanya, sehingga hal itu tidak berdampak negatif pada dirinya.

Sementara, partisipan Subandi yang lain memiliki keluarga dengan level EE rendah. Setiap hari ia menerima kehangatan dan perkataan positif dari keluarganya. Keluarga memberikan perhatian dan kasih sayang yang besar, namun partisipan justru merasa keluarganya menunjukkan keterlibatan berlebihan, sehingga hal ini berdampak buruk bagi dirinya sendiri. 

Kesimpulannya, EE keluarga memang berdampak terhadap kesembuhan individu dengan skizofrenia, namun hal itu juga tergantung pada bagaimana individu menginterpretasikan EE dari keluarganya. Banyak individu yang melakukan perilaku menyimpang karena menginterpretasikan secara negatif EE dari keluarganya. Salah satu contoh perilaku menyimpang adalah bunuh diri yang sudah menjadi fenomena di sekitar kita.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO, pada tahun 2005 tercatat 50 ribu penduduk Indonesia bunuh diri setiap tahunnya. Dari kasus bunuh diri tersebut, kasus yang paling tinggi terjadi pada rentang usia remaja hingga dewasa muda, yakni 15-24 tahun. Kasus bunuh diri tersebut apabila dikaitkan dengan motifnya, kebanyakan untuk usia remaja, dikarenakan dukungan sosial yang kurang didapat oleh remaja yang melakukan bunuh diri. Padahal dalam usia remaja, mereka membutuhkan pengakuan diri dari lingkungan sekitar. Ketidakmampuan beradaptasi dan pem-bully-an juga menjadi salah satu faktor pemicu bunuh diri di kalangan remaja. Selain itu, tidak adanya dukungan keluarga maupun kondisi keluarga yang tidak kondusif pada saat seorang remaja sedang mengalami masalah mampu menurunkan perasaan dimiliki oleh seorang remaja (minder) sehingga kemudian muncul perilaku regresif berupa salah satunya bunuh diri.
 


Secara garis besar, kasus bunuh diri disebabkan karena individu merasa ditolak oleh lingkungan, merasa tidak berharga, merasa tidak diinginkan dan merasa sendirian. Semua faktor ini membuat individu menginterpretasikannya secara negatif hingga kemudian memilih jalan pintas untuk bunuh diri.

Meskipun semua bergantung pada bagaimana individu menginterpretasikan EE yang kita tampilkan, namun alangkah baiknya jika kita berusaha untuk menampilkan EE positif. Perilaku dan perkataan positif yang disampaikan dengan tulus nicaya dapat diinterpretasikan secara positif juga oleh individu yang menerimanya. Dengan demikian, setidaknya kita telah berbuat satu hal kecil terhadap proses penyembuhan individu dengan skizofrenia maupun pengurangan jumlah kasus bunuh diri di Indonesia.  

Noted By: Rouwi
Mahasiswa Psikologi Angkatan 2011 

Referensi:


Brown, G. (1985).The discovery of expressed emotion: induction or deduction? In Expressed Emotion in Families. (eds J. Leff & C. Vaughn), pp. 7–25. New York: Guilford Press.

Brown, G. , Carstairs, M. , Monck, E., Birley, J. L. T., & Wing, J. K. (1972). Influence of family life on the course of schizophrenic disorders: a replication. British Journal of Psychiatry, 121, 241–258.
Brown, G. , Carstairs, M. , Monck, E., Carstairs, M., et al (1962). Influence of family life on the course of schizophrenic illness. British Journal of Preventive and Social Medicine, 16, 55–68.
Subandi, M. A. (2011). Family expressed emotion in a Javanese cultural context. Cultural Medical Psychiatry, 35 : 331 – 346. Washington DC : APA.
Wikipedia. Expressed Emotion.Diaksespada5 November 2013dariwikipedia.com/2013/11/5/expressed-emotion/

 

Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis: Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?

Edisi Oktober 2024  Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis:  Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?  Penulis: Gabriella Jocelyn & V...