Selamat kepada Cindy Widhiastuti yang telah berhasil mendapatkan juara 2 pada lomba paper PICASO 2013 yang diselenggarakan pada tanggal 21 April 2013 di Univ. Soegijapranata, Semarang.
Peranan Stay
at Home Dad dalam Membentuk Keluarga Sehat dan Harmonis
“ Sri Mahamat Maaji dan Wiwin Pratiwanggini sendiri menjelaskan secara
gamblang alasan keputusan mereka. Wiwin bercerita, suaminya memang tidak mempunyai pekerjaan
tetap, dan ia memiliki gaji yang lumayan besar untuk standar hidup di
Yogyakarta. “Saya memilih untuk melakukannya dengan satu niatan : demi
tercapainya keharmonisan berumah tangga,” tandas Ahmat. Menurut Ahmat,
keharmonisan rumah tangga dapat diraih dengan kemauan dan keterbukaan antara
suami istri”(Intisari-online, 2011).
Ilustrasi di atas merupakan salah satu bukti bahwa pada masa kini,
terutama di kota besar peran kepala keluarga sebagai pencari nafkah tunggal
tidak menjadi satu-satunya acuan. Kini pria menjadi bapak rumah tangga merupakan salah satu alternatif bagi beberapa pasangan dalam membangun suatu
keluarga. Saat ini pun menjadi bapak rumah tangga atau yang kerap disebut
dengan stay at home dad menjadi topik
yang mulai hangat untuk dibicarakan.
Situasi seperti yang terilustrasikan di atas, sebenarnya bukanlah suatu
kondisi yang sebenarnya baru bagi keluarga di Indonesia. Tanpa disadari bahwa
pada daerah-daerah tertentu terutama di pedesaan, banyak ditemui kondisi dimana
seorang istri bekerja di luar rumah sedangkan sang suami bekerja di rumah.
Sebagai contoh seperti yang terjadi di Bogor. Untuk menopang perekonomian
keluarga Onih (53 tahun) terpaksa berjualan gado-gado karena Rusidi (57 tahun)
, suaminya mengalami pemutusan hubungan kerja dari salah satu hotel di kawasan
Puncak akibat penyakit gulanya yang sudah kronis.
Namun,
kondisi ini mulai muncul kepermukaan karena tidak hanya ditemui di kota kecil
dan pedesaan, tetapi juga mulai berkembang di kota-kota besar. Walaupun tidak
banyak jumlahnya namun dapat dipastikan beberapa pasangan ada yang memilih
keputusan bahwa istri bekerja di kantor sedangkan suami bekerja di rumah atau
berwirausaha di tempat tinggalnya.Tentunya
bagi masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat yang mengusung nilai-nilai ketimuran dimana peran laki-laki memiliki porsi dan perhatian yang besar di
mata masyarakat, kondisi para suami yang bekerja di rumah akan dinilai sebagai
seorang yang kurang berdaya dan dianggap sebagai pengangguran. Meskipun pada kenyataanya tidaklah seperti yang
dipandang dan dinilai oleh masyarakat sekitar.
Bermunculannya
kondisi bapak rumah tangga atau stay at
home dad di Indonesia, namun pada kenyataannya kondisi tersebut belumlah
banyak berkembang di Indonesia, walaupun di Indonesia, perempuan telah diberi
peluang yang sama dengan laki-Iaki di bidang pendidikan, namun persepsi
masyarakat terhadap perempuan tidak mengalami perubahan yang berarti. Masih
kuatnya anggapan bahwa pendidikan pada wanita tujuannya adalah agar ia lebih
mampu mendidik anak-anaknya. Persepsi demikian tidak hanya dianut kalangan
awam, juga cendekiawan, dan yang lebih memprihatinkan pemerintah juga
menjustifikasi persepsi tersebut dalam kebijakan pembangunan, yang diungkapkan
dalam panca tugas wanita yaitu sebagai istri dan pendamping suami, sebagai
pendidik dan pembina generasi muda, sebagai pekerja yang menambah penghasitan
negara dan sebagai anggota organisasi masyarakat, khususnya organisasi
perempuan dan organisasi sosial (Dzuhayatin, 1997).
Kebanyakan
masyarakat Indonesia juga memandang, urusan domestik adalah urusan istri
(Kompasiana, 2012). Cara pandang inilah yang membuat stay at home dad di
Indonesia belum banyak berkembang. Hal ini
tergambar dari pengalaman salah seorang stay
at home dad yang diliput pada salah satu acara televisi swasta di Indonesia, bahwa bapak
tersebut mengalami kesulitan ketika harus berbaur dengan ibu-ibu di lingkungan
rumahnya dan menjawab pertanya-pertanyaan tetangga dikarenakan
cara pandang dan persepsi masyarakat di sekitarnya, walaupun dalam kehidupan
rumah tangganya ia tidak mengalami masalah apapun mengenai perannya tersebut (Kick
Andy, Pria Pendobrak Mitos).
Sama
halnya dengan stay at home dad di atas, salah satu stay at home dad
yang lainnya, sebutlah Arman yang berperan sebagai stay at home dad sejak ia
mengalami pemutusan hubungan kerja juga tidak mengalami masalah di keluarganya.
Santi, istri Arman bekerja di sekolah anak-anak mereka. Komunikasi yang baik
antara Santi dan Arman, juga penguatan yang diberikan dari kedua belah pihak mampu
membantu mereka untuk menciptakan keluarga yang sehat dan harmonis. Arman juga
tetap menjadi seorang pemimpin di keluarganya. Setiap akhir pekan keluarga
Arman memiliki kegiatan yang dikerjakan bersama (Okezone, 2012).
Berdasarkan
ilustrasi yang telah diuraikan di atas, banyak sekali alasan yang melatarbelakangi
keputusan untuk menjadi stay at home dad. Selain karena alasan kehilangan pekerjaan, sebuah keluarga
biasanya memutuskan siapa yang akan mengurus rumah tangga berdasarkan pada
kepraktisan, juga berdasarkan pada kepribadian suami yang memang lebih cocok
untuk membesarkan anak, atau lebih mudah melepaskan karier sang suami dibanding
karier istri (Frank, 1999). Hal ini senada dengan yang disampaikan oleh Ariani
(2011) ada beberapa alasan lain yang melatarbelakangi keputusan menjadi stay at home dad yaitu adanya kesempatan
bekerja dan kesempatan terdidik lebih luas bagi perempuan membaut sang istri
mampu berperan setara dengan suaminya, bahkan istri mungkin dapat mengahsilkan
labih banyak uang bagi keluarga. Frank (1999) juga mengatakan kalau hanya 25%
yang melakukannya karena mengalami pemutusan hubungan kerja atau ‘kalah
bersaing’ di dunia kerja, sedangkan sisanya secara sadar menginginkan
peran tersebut.
Definisi
keluarga sendiri menurut Ki Hajar Dewantara adalah kumpulan beberapa orang yang terikat oleh suatu
turunan lalu mengerti dan merasa berdiri sebagai satu gabungan yang hakiki,
esensial, berkhendak bersama-sama memperteguh gabungan itu untuk memuliakan
masing-masing anggotanya. Sedangkan difinisi dari sehat itu sendiri menurut
Undang-Undang Kesehatan RI No. 23 Tahun 1992, Sehat adalah keadaan sejahtera
tubuh, jiwa, sosial yang memungkinkan setiap orang untuk hidup produktif secara
sosial dan ekonomis (Asmadi, 2008).
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikatakan kalau stay at home dad juga berperan dalam membentuk keluarga sehat. Hal ini didukung oleh penelitian yang membuktikan bahwa pengasuhan anak oleh ayah bermanfaat untuk perkembangan fisik, kognitif, emosi dan tingkah laku anak. Anak jadi lebih seimbang emosinya, lebih cerdas dan percaya diri (Pruett, 1999). Anak laki-laki juga cenderung lebih fleksibel untuk memasuki berbagai jenis pergaulan karena sejak kecil sudah dibesarkan dengan stay at home dad yang termasuk ideologi maskulinitas nontradisional. Mereka juga cenderung lebih sehat karena aktivitas bersama ayah biasanya lebih banyak melibatkan kegiatan fisik. Anak juga lebih berani mengambil risiko dan lebih berprestasi di sekolah (Ariani, 2011).
Berdasarkan definisi yang telah diuraikan di atas, maka dapat dikatakan kalau stay at home dad juga berperan dalam membentuk keluarga sehat. Hal ini didukung oleh penelitian yang membuktikan bahwa pengasuhan anak oleh ayah bermanfaat untuk perkembangan fisik, kognitif, emosi dan tingkah laku anak. Anak jadi lebih seimbang emosinya, lebih cerdas dan percaya diri (Pruett, 1999). Anak laki-laki juga cenderung lebih fleksibel untuk memasuki berbagai jenis pergaulan karena sejak kecil sudah dibesarkan dengan stay at home dad yang termasuk ideologi maskulinitas nontradisional. Mereka juga cenderung lebih sehat karena aktivitas bersama ayah biasanya lebih banyak melibatkan kegiatan fisik. Anak juga lebih berani mengambil risiko dan lebih berprestasi di sekolah (Ariani, 2011).
(Artikel di atas merupakan sebagian dari gambaran paper yang ditulis oleh Cindy W. dalam Lomba Picaso 2013)