Thursday, May 9, 2024

Gangguan Kepribadian Impulsif dan Tidak Stabil? Yuk Cari Tahu mengenai BPD!

 

Sumber:https://www.solacewellness.org/mental-health/borderline-personality-disorder-bpd

Borderline Personality Disorder (BPD) atau gangguan kepribadian ambang merupakan salah satu jenis gangguan kepribadian yang mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasa, dan berinteraksi dengan dunia sekitarnya. Gangguan kepribadian ini erat kaitannya dengan ketidakstabilan dan impulsivitas dimana individu dengan BPD mengalami kesulitan dalam mengatur emosi, menjaga hubungan yang stabil, dan mempertahankan gambaran diri yang konsisten. Seringkali borderline personality disorder juga kesulitan dalam hubungan interpersonal yaitu seringkali mengalami konflik, dapat menjadi sangat tergantung pada seseorang ketika mengalami stress yang dapat memicu ketakutan akan penolakan atau pengabaian (Livesley, 2017). Borderline personality disorder termasuk ke dalam cluster B (Impulsive-Erratic) dimana gangguan ini bukan sekadar “emosi berlebihan” atau “mood yang tidak stabil” melainkan gangguan kepribadian serius yang dapat mempengaruhi kehidupan sehari-hari seseorang secara signifikan. 

Terdapat beberapa faktor yang menyebabkan seseorang mengalami borderline personality disorder diantaranya adalah

·   Faktor biologis: Borderline personality disorder juga dapat disebabkan karena adanya abnormalitas yang terjadi sejak lahir atau perkembangan pada area tertentu di otak yang mempengaruhi regulasi emosi dan kontrol impuls. 

·  Faktor genetik: Seseorang yang memiliki riwayat keluarga dengan borderline personality disorder memiliki risiko tinggi mengalami BPD karena faktor genetik dapat diturunkan dari keluarga. 

·   Faktor psikologis: Adanya trauma masa kanak-kanak dan juga faktor kelekatan dapat menjadi faktor terjadinya borderline personality disorder. Seorang anak yang mengalami kekerasan (yang dilakukan oleh orang yang diharapkan melindunginya) akan cenderung untuk memandang dunia menjadi tidak nyaman dan tidak aman. Oleh karena itu, ia mencoba melindungi diri sendiri dengan bersikap agresif (Wibhowo dkk., 2019).

Menurut DSM-V TR, gejala seseorang mengalami borderline personality disorder dapat dikenali dengan ciri-ciri sebagai berikut

·      Munculnya gejala panik ketika menghindari situasi pengabaian yang nyata atau yang dibayangkan. Borderline personality disorder dapat menyebabkan penderitanya takut diabaikan oleh orang lain.

·      Terdapat pola hubungan atau relasi dengan orang lain yang tidak stabil dan intens. Seseorang dengan borderline personality disorder bisa menjadi sangat bergantung atau terobsesi dengan seseorang. Akan tetapi, di lain waktu bisa merasa tidak nyaman jika ada orang lain yang terlalu dekat. 

·    Mengalami gangguan identitas seperti citra diri yang tidak stabil secara nyata dan terus-menerus seperti adanya pemikiran bahwa dirinya buruk dan bersalah.

·    Adanya tindakan impulsif yang merugikan atau membahayakan diri sendiri misalnya dalam hal berbelanja, seks yang berisiko, penyalahgunaan narkoba dan alkohol, mengemudi sembarangan, atau makan berlebihan. 

·   Muncul ancaman bunuh diri yang berulang atau perilaku melukai diri sendiri.  

·  Ketidakstabilan perasaan karena reaktivitas suasana hati yang nyata (misalnya mudah tersinggung atau kecemasan yang berlangsung lama). 

·        Merasa hampa dalam jangka waktu panjang. 

·    Adanya kemarahan yang intens dan tidak pantas, atau kesulitan untuk mengendalikan kemarahan (misalnya, sering marah, marah terus-menerus, perkelahian fisik berulang kali).  

·      Munculnya ide paranoid sementara ketika stres atau gejala disosiatif yang parah sehingga membuat seseorang dengan borderline personality disorder tidak percaya dan curiga berlebihan dengan orang lain. 

Lalu bagaimana cara untuk mengatasi ataupun pengobatan yang digunakan untuk borderline personalityBorderline personality disorder memiliki beberapa alternatif dalam proses pengobatannya, seperti : 

1.   Psikoterapi

Terdapat beberapa jenis psikoterapi yang dapat diberikan, yaitu: 

a.   Dialectical Behavior Therapy (DBT)

Terapi ini dilakukan melalui dialog dengan tujuan agar pasien dapat mengendalikan emosi, menerima tekanan, serta memperbaiki hubungan dengan orang lain. DBT dapat dilakukan secara individual maupun grup.

b.  Mentalization-Based Therapy (MBT)

Terapi ini menggunakan metode berpikir sebelum bereaksi. MBT membantu pasien untuk menilai perasaan dan pikirannya sendiri serta membuat perspektif positif dari situasi yang dihadapi. Terapi ini juga membantu pasien untuk dapat mengerti perasaan orang lain. 

c.   Schema-Focused Therapy 

Terapi ini membantu pasien menyadari kebutuhannya yang tidak terpenuhi dan akhirnya memicu pola hidup negatif. Terapi ini akan berfokus pada usaha pemenuhan kebutuhan tersebut melalui cara yang lebih sehat. 

d.   Transference-Focused Psychotherapy

TFP atau biasa disebut terapi psikodinamis membantu pasien untuk dapat memahami emosi serta kesulitan yang dialaminya dalam mengembangkan hubungan dengan orang lain (interpersonal).

e.   Good Psychiatric Management

Terapi ini bertujuan untuk meningkatkan pemahaman pasien terhadap emosi yang dialami dengan mempertimbangkan perasaan orang lain. Terapi ini dapat dipadukan dengan pemberian obat, terapi kelompok maupun perorangan, serta penyuluhan pada pihak keluarga.

f.   STEPPS

STEEPS atau system training for emotional predictability and problem -solving merupakan terapi kelompok yang dapat dilakukan bersama anggota keluarga, teman, pasangan, atau pengasuh. Terapi ini pada umumnya berlangsung selama 20 minggu, dan biasanya digunakan sebagai terapi tambahan dengan psikoterapi lainnya.

2.   Obat-Obatan

Penggunaan obat bukan untuk mengatasi BPD, melainkan untuk mengatasi gejala atau gangguan mental lain yang muncul bersamaan dengan kondisi ini, seperti halnya depresi dan gangguan kecemasan.

Dengan demikian borderline personality disorder dipengaruhi oleh tiga faktor utama yaitu biologis, genetik, serta psikologis yang dapat menyebabkan individu mengalami impulsivitas, kesulitan mengatur emosi, serta kurang dapat mempertahankan kestabilan dari suatu hubungan. Akan tetapi, jika seseorang memiliki gejala yang serupa bukan berarti mereka mengalami BPD. Maka dari itu, apabila seseorang mengalami gejala yang serupa serupa dalam kurun waktu yang lama segeralah temui tenaga ahli, seperti psikolog maupun psikiater. Agar dapat ditangani dengan baik dan benar.

DAFTAR PUSTAKA

American Psychiatric Association. (2022). Diagnostic and statistical manual of mental disorders (5th ed., text rev.)

Livesley, W. J. (2017). Integrated modular treatment for borderline personality disorder: A practical guide to combining effective treatment methods. Cambridge University Press.

Sari, N. L. K. R., Hamidah, & Marheni, A. (2020). Dinamika Psikologis Individu dengan Gangguan Kepribadian Ambang. Jurnal Psikologi Udayana, 7(2), 16–23. https://doi.org/10.24843/jpu.2020.v07.i02.p02

Wibhowo, C., So, K. A. D., Siek, & Santoso, J. G. (2019). Trauma Masa Anak, Hubungan Romantis, dan Kepribadian Ambang. Jurnal Psikologi, 46(1), 63–71. https://doi.org/10.22146/jpsi.22748

Tim Promkes RSST-RSUP dr. Soeradji Tirtonegoro Klaten (2023). Borderline Personality Disorder. Retrieved May 7, 2024. https://yankes.kemkes.go.id/view_artikel/2176/borderline-personality-disorder


No comments:

Post a Comment

Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis: Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?

Edisi Oktober 2024  Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis:  Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?  Penulis: Gabriella Jocelyn & V...