Thursday, November 21, 2013

Expressed Emotion and Schizophrenia



Benarkah Expressed Emotion Keluarga Berdampak terhadap Proses Penyembuhan Individu dengan Skizofrenia?


Apa yang dimaksud dengan expressed emotion? Dan apakah expressed emotion memiliki dampak terhadap proses penyembuhan individu dengan skizofrenia? Dikutip dari laman Wikipedia, expressed emotion atau EE adalah emosi yang ditampilkan, biasanya dengan latar belakang keluarga, dan ditampilkan oleh anggota keluarga atau orang yang merawat individu.  

Ada lima tipe EE dalam keluarga yang memainkan peran signifikan terhadap skizofrenia, yaitu kehangatan, perkataan positif, kritik, kekerasan dan keterlibatan berlebihan (Brown, 1985). Kehangatan dan perkataan positif termasuk ke dalam EE positif sementara kritik, kekerasan dan keterlibatan berlebihan termasuk ke dalam EE negatif. Keluarga yang memiliki anggota dengan skizofrenia menampilkan EE berbeda-beda. 

Beberapa keluarga merasa sedih karena salah satu anggota keluarga mereka sedang sakit, mereka turut merasa menderita dan ingin membantu agar anggota keluarga mereka cepat sembuh. Sehingga mereka menunjukkan EE positif seperti kehangatan, perkataan positif, toleransi, tidak menuntut, tidak mengkritik, dan memenuhi kebutuhan anggota keluarga yang mengalami skizofrenia.

Sebaliknya, beberapa keluarga justru menunjukkan EE negatif. Banyak alasan yang mendasari perilaku ini. Bisa jadi keluarga merasa malu karena salah satu dari mereka mengidap skizofrenia, tidak sabar dalam merawat, merasa terbebani, merasa tidak peduli atau karena alasan-alasan yang lain. EE negatif dapat berupa kritikan, kekerasan, keterlibatan berlebihan dalam kehidupan anggota dengan skizofrenia dan lainnya.

Menurut Brown (1962, 1972), secara teori, level EE yang tinggi di rumah dapat  memperburuk kondisi pasien dengan sakit mental. Level EE tinggi yang dimaksud adalah level EE negatif.
Jika individu dengan skizofrenia menerima kritik, kekerasan serta keterlibatan berlebihan dari keluarganya, maka akan mengakibatkan individu merasa tertekan. Secara tidak langsung, hal ini berpengaruh terhadap kesehatan individu. Masih menurut Brown (1985), pasien skizofrenia akan kembali memunculkan simptom-simptom jika mereka kembali tinggal bersama keluarga atau pasangan. 
Namun, penelitian yang dilakukan oleh M.A. Subandi mengatakan sebaliknya. Menurut Subandi (2011), level EE yang tinggi tidak terlalu berdampak negatif terhadap individu dengan skizofrenia, jika diinterpretasi secara positif.
Subandi melakukan penelitian terhadap beberapa orang. Di mana seorang partisipan memiliki keluarga dengan level EE tinggi dan setiap hari ia menerima EE negatif dari keluarganya. Namun, partisipan tersebut merasa bahwa sikap keluarganya yang demikian merupakan cara dalam menunjukkan kasih sayang kepadanya, sehingga hal itu tidak berdampak negatif pada dirinya.

Sementara, partisipan Subandi yang lain memiliki keluarga dengan level EE rendah. Setiap hari ia menerima kehangatan dan perkataan positif dari keluarganya. Keluarga memberikan perhatian dan kasih sayang yang besar, namun partisipan justru merasa keluarganya menunjukkan keterlibatan berlebihan, sehingga hal ini berdampak buruk bagi dirinya sendiri. 

Kesimpulannya, EE keluarga memang berdampak terhadap kesembuhan individu dengan skizofrenia, namun hal itu juga tergantung pada bagaimana individu menginterpretasikan EE dari keluarganya. Banyak individu yang melakukan perilaku menyimpang karena menginterpretasikan secara negatif EE dari keluarganya. Salah satu contoh perilaku menyimpang adalah bunuh diri yang sudah menjadi fenomena di sekitar kita.

Menurut Organisasi Kesehatan Dunia WHO, pada tahun 2005 tercatat 50 ribu penduduk Indonesia bunuh diri setiap tahunnya. Dari kasus bunuh diri tersebut, kasus yang paling tinggi terjadi pada rentang usia remaja hingga dewasa muda, yakni 15-24 tahun. Kasus bunuh diri tersebut apabila dikaitkan dengan motifnya, kebanyakan untuk usia remaja, dikarenakan dukungan sosial yang kurang didapat oleh remaja yang melakukan bunuh diri. Padahal dalam usia remaja, mereka membutuhkan pengakuan diri dari lingkungan sekitar. Ketidakmampuan beradaptasi dan pem-bully-an juga menjadi salah satu faktor pemicu bunuh diri di kalangan remaja. Selain itu, tidak adanya dukungan keluarga maupun kondisi keluarga yang tidak kondusif pada saat seorang remaja sedang mengalami masalah mampu menurunkan perasaan dimiliki oleh seorang remaja (minder) sehingga kemudian muncul perilaku regresif berupa salah satunya bunuh diri.
 


Secara garis besar, kasus bunuh diri disebabkan karena individu merasa ditolak oleh lingkungan, merasa tidak berharga, merasa tidak diinginkan dan merasa sendirian. Semua faktor ini membuat individu menginterpretasikannya secara negatif hingga kemudian memilih jalan pintas untuk bunuh diri.

Meskipun semua bergantung pada bagaimana individu menginterpretasikan EE yang kita tampilkan, namun alangkah baiknya jika kita berusaha untuk menampilkan EE positif. Perilaku dan perkataan positif yang disampaikan dengan tulus nicaya dapat diinterpretasikan secara positif juga oleh individu yang menerimanya. Dengan demikian, setidaknya kita telah berbuat satu hal kecil terhadap proses penyembuhan individu dengan skizofrenia maupun pengurangan jumlah kasus bunuh diri di Indonesia.  

Noted By: Rouwi
Mahasiswa Psikologi Angkatan 2011 

Referensi:


Brown, G. (1985).The discovery of expressed emotion: induction or deduction? In Expressed Emotion in Families. (eds J. Leff & C. Vaughn), pp. 7–25. New York: Guilford Press.

Brown, G. , Carstairs, M. , Monck, E., Birley, J. L. T., & Wing, J. K. (1972). Influence of family life on the course of schizophrenic disorders: a replication. British Journal of Psychiatry, 121, 241–258.
Brown, G. , Carstairs, M. , Monck, E., Carstairs, M., et al (1962). Influence of family life on the course of schizophrenic illness. British Journal of Preventive and Social Medicine, 16, 55–68.
Subandi, M. A. (2011). Family expressed emotion in a Javanese cultural context. Cultural Medical Psychiatry, 35 : 331 – 346. Washington DC : APA.
Wikipedia. Expressed Emotion.Diaksespada5 November 2013dariwikipedia.com/2013/11/5/expressed-emotion/

 

Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis: Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?

Edisi Oktober 2024  Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis:  Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?  Penulis: Gabriella Jocelyn & V...