Thursday, November 21, 2013

Wait a little longer..


Tugas? Sekarang? Selesai? Buat apa? Kan masih ada waktu seminggu lagi!
Yeah, buat apa juga kita selesaikan tugas hari ini kalau tenggang waktunya saja masih lama? Kita kan masih sibuk dengan banyak hal lainnya, sebagai remaja aktif masa kini, kita tentunya punya banyak aktivitas sehari-hari: bantu orang tua, hang out sama temen, rapat event di organisasi, plus tentu saja kita harus update status di Facebook dan nge-twit di twitter, biar fans-fans kita tahu kita ngapain aja seharian ini. Apalagi kalau udah punya pacar, wuih, jadwal ngapel itu harus dipenuhi, kalau gak, nanti pasangan bisa kedinginan dan kesepian tanpa kehangatan dan kehadiran kita di sisinya.
Hingga pada akhirnya: OH MY GOD!!! WHAT I’VE DONE!? INI TUGAS DAH BESOK HARUS SELESAAAAII!!!
Pernah alami peristiwa seperti ini sebelumnya?
Sudah sering?
Don’t worry, you’re not alone.

Faktanya, justru terdapat peningkatan dalam perilaku menunda di masyarakat. Jika kita lihat data tahun 1970-an, terdapat hanya 5% populasi yang berpikir bahwa mereka sangat sering menunda aktivitas mereka. Kenaikan angka yang drastis terjadi hingga pada tahun 2012 ini, tercatat ada lebih dari 25%  yang menyatakan mereka seringkali menunda pada tingkat yang sangat parah (Steele, 2012). Jika kamu suka menunda pekerjaanmu, dietmu, perintah yang dimandatkan kepadamu, atau bahkan keinginanmu sendiri untuk melakukan suatu hal  maka, selamat, kamu termasuk dalam golongan orang yang mengikuti trend. Give yourself a standing applause!
Kalau kamu mulai khawatir dengan efek penundaan yang bisa berakhir kepada stress, rasa bersalah, kehilangan minat untuk menjadi lebih produktif dan kurang disukai oleh orang lain karena gagal memenuhi tanggung jawabmu, serta mencegahmu hidup hingga maksimal ini (Alexander, 2012), maka mulailah sadari bahwa kebiasaan ini harus segera dihentikan. Jangan lagi menunda menghentikan penundaan!
Penundaan ini bermulai dari saat kita sudah berniat untuk melakukan suatu hal tapi begitu waktunya sudah tiba, alih-alih kita bertindak, kita malah tersesat di antara hal-hal yang seharusnya tidak kita lakukan. Kita seringkali berpikir dengan memiliki keinginan dan motivasi saja sudah cukup untuk kita melakukan suatu hal, tapi kenyataannya tidaklah semudah itu. Diri kita punya kemampuannya sendiri untuk memilih mewujudkan niat itu ataupun menundanya (Pychyl, 2011). Ya, hanya diri kita sendirilah yang bisa memutuskan untuk berhenti menunda, bukan motivator yang dibayar mahal untuk menceramahimu, bukan orang tua, dosen, atau atasan yang mengomelimu untuk selesaikan semuanya tepat waktu. It’s all about you, yourself, and your choice which can change your behavior!
Mengubah kebiasaan menunda ini tidaklah mudah, sekali kita tergoda untuk menunda sebuah pekerjaan, godaan untuk menundanya lagi dan lagi akan sama kuatnya dengan di saat pertama kali kita memutuskan untuk menundanya. Lebih anehnya lagi adalah, biasanya kita semua sudah mengerti apa efek buruk dari menunda, tapi kita terus saja melakukannya. (Smith, 2011). Hal ini terjadi karena penundaan tidak melibatkan aspek kognitif/rasional apapun juga, semuanya ada aspek emosi kita. Kita terus mengatakan akan melakukan suatu hal di saat kita MERASA NYAMAN untuk melakukannya, meski di dalam pikiran kita sendiri kita menyadari konsekuensi logis apa yang akan terjadi dari penundaan yang dilakukan (Pychyl, 2011). 

Perasaan ingin nyaman dengan tidak melakukan tugas sesegera mungkin biasanya bertentangan dengan kesadaran akan adanya konsekuensi logis dari penundaan, sehingga seringkali menimbulkan ketegangan di dalam diri kita. Tapi untuk mempertahankan rasa ingin nyaman ini, tanpa kita sadari, kita sering membuat alasan untuk menunda-nunda pekerjaan. Kita terus-menerus membohongi diri sendiri (seperti “Ah tugasnya gampang koq, nanti juga bisa selesai dengan cepat.”, “Tunggu yang lain juga kerjain deh, biar bisa barengan.”, “Nanti pasti gue kerjain, setelah main game yang satu ini.” dll) untuk menunggu “waktu dan mood yang tepat” yang sayangnya tidak kunjung datang untuk mengerjakan pekerjaan kita. Hingga pada akhirnya, tiba detik-detik terakhir untuk menyelesaikan tugas, kita malah merasa terdesak dan menyesal tidak mengerjakannya lebih awal. Dari semua proses ini, kita bisa melihat bahwa saat menunda pekerjaan, kita hanya terfokuskan kepada kenyamanan sesaat yang berefek buruk (Pychyl, 2011).
Ada beberapa hal yang sebenarnya bisa kita lakukan untuk mencegah penundaan ini berlarut-larut. Satu hal yang pasti adalah jangan sampai kamu mengerjakan hal yang tidak kamu sukai. Pilihlah fakultas yang kamu minati untuk menyelesaikan studimu. Ambil pekerjaan dimana kamu bisa eksplorasi diri dan mengembangkan minat-bakatmu. Tapi memang seringkali pilihan-pilihan seperti itu juga harus terbatas karena beberapa hal. Jadi, jika kamu merasa hendak menunda lebih banyak lagi pekerjaan yang seharusnya kamu selesaikan, cobalah untuk menerapkan beberapa hal di bawah ini (Steele, 2012 ; Pychyl, 2011):
      1.    Mulai terapkan sebuah jadwal. Bentuklah sebuah kebiasaan rutin dalam mengerjakan pekerjaan. Melakukan hal-hal tanpa adanya sebuah pola teratur bisa membuat kita tidak menentu kapan hendak memulai sebuah pekerjaan.
     2.    Kamu juga perlu memikirkan dengan lebih detail mengenai sebuah tindakan yang diperlukan untuk mencapai tujuan yang ingin diraih. “Dalam keadaan Z, aku harus melakukan tindakan Y agar bisa mencapai X.” Diharapkan dengan adanya pemikiran mendetail seperti ini, kamu jadi memiliki petunjuk untuk melakukan suatu hal ketika situasi tertentu terjadi (misalnya: Saat hendak kompetisi bernyanyi, aku harus segera latihan setiap hari di rumah setelah pulang sekolah agar bisa tampil maksimal). Jadi, kamu tidak perlu membuang waktu untuk berpikir lebih jauh dan merencanakan segala sesuatunya lagi, karena kamu sudah memiliki bayangan untuk bertindak saat sebuah situasi terjadi. Tegaskan kepada dirimu kapan dan dimana kamu akan bertindak sehingga tidak ada lagi waktu yang tersita sia-sia karena menunda pekerjaanmu.
3.      Segera lakukan semua langkah yang kamu perlukan untuk mencapai tujuanmu. Kita memang mendapatkan sebuah kepuasan dengan mengutarakan sebuah tujuan yang hendak kita capai, tapi berhati-hatilah, hal ini juga bisa mengurangi motivasi kita untuk mengejar tujuan tersebut, terutama di saat kita tidak berfokus untuk melakukan langkah-langkah yang jelas dalam meraihnya. Lebih baik diam dan lakukan saja apa yang hendak anda capai.
4.   Saat kamu mulai membuat alasan-alasan untuk menghindari pekerjaanmu yang sudah dijadwalkan, sadarilah bahwa kamu sedang mencoba untuk menunda pekerjaanmu. Tentukan prioritasmu, katakanlah bahwa kamu akan bisa menyelesaikannya dan akan bisa benar-benar merasa nyaman setelah semua pekerjaanmu terselesaikan.
5.      Jadilah realistis, tidak perlu berpikir terlalu jauh hingga harus langsung selesaikan semua tugasmu. Cukup buat kemajuan sedikit saja sudah merupakan awal yang baik. Dengan melakukan sedikit kemajuan, kamu bisa meningkatkan motivasimu dan mengubah pandanganmu yang negatif terhadap tugas.
6.      Sangat tidak disarankan untuk menjadi pesimis berlebihan saat hendak melakukan tugasmu. Di dalam meraih tujuan, kamu bisa saja mengalami sakit, penghalang dari lingkungan sosial, ataupun banyak hal yang lain menghambat langkahmu. Saat ini semua terjadi, jangan mengkritisi dirimu ataupun menyalahkan kondisi sekitar secara berlebihan, katakan bahwa kamu tetap bisa melakukannya. Sebuah penghalang tidaklah di sana untuk selamanya, kamu harus tetap percaya bahwa tujuanmu sangat mungkin untuk dicapai dan segera memulai melakukan pekerjaanmu.
7.      Meski kita sangat dianjurkan untuk tetap optimis, tapi juga akan sangat baik bila optimis ini tidak berlebihan (misalnya: “Ah gampang, ini mah bisa nanti aja juga beres koq”). Optimis yang berlebihan hingga mengacuhkan waktu yang berlalu dengan cepat bisa menjadi akar dari penundaan. Kita hanya bisa mencapai tujuan jika kita mulai melangkah, bukan dengan membayangkannya akan terjadi begitu saja hingga akhirnya menjadi panik di menit-menit terakhir.
    8.      Tetap fokus dan jauhkan dirimu dari hal-hal yang bisa menarik perhatianmu saat bekerja. Kenali terlebih dahulu apa saja yang sekiranya bisa mengganggu perhatianmu. Misalnya jika kamu sedang diet, ada baiknya untuk mengosongkan kulkas dari makanan berkalori tinggi, jika kamu hendak mengerjakan tugas dengan komputer, lebih baik tutup dulu browser internet untuk menjaga dirimu tidak tersesat di belantara social network.

Dengan terus menerus menunda pekerjaan, kita terus menahan tindakan kita lebih lama. Akibat penundaan yang terus kita lakukan, kita bisa saja akhirnya malah menghabiskan seluruh waktu hidup kita dengan sia-sia. Sebagai generasi muda yang memiliki banyak kesempatan untuk beraktualisasi diri, penundaan terhadap aktivitas sehari-hari bisa menjadi sebuah penghalang untuk kita bisa mengoptimalkan potensi diri kita. So, tunggu apa lagi? Cepat laksanakan semuanya sekarang juga!

Noted By: Benny Prawira
Mahasiswa Psikologi Angkatan 2011 
Tulisan ini pernah dimuat di  http://guetau.com/gaul/1113.html

No comments:

Post a Comment

Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis: Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?

Edisi Oktober 2024  Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis:  Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?  Penulis: Gabriella Jocelyn & V...