Jika
konsumen menginginkan untuk dilayani oleh orang-orang yang menarik secara fisik
dan orang-orang lebih senang bekerja dengan orang yang berpenampilan cantik/
ganteng, menarik dari segi fisik, maka adalah hal yang benar bagi perusahaan
untuk merekrut dan menerima kandidat berdasarkan penampilan/ wajah individu.
Kemudian menurut perusahaan, semakin menarik karyawan-karyawan mereka maka akan
semakin menarik konsumen yang lebih banyak. Sehingga, apabila penampilan lebih
penting dari kualitas keterampilan karyawan, maka pihak perusahaan memiliki hak
untuk menolak kandidat yang tidak menarik secara fisik. Seberapa berpengaruhnya
penampilan fisik dalam perekrutan dan seleksi tenaga kerja??
Bias-bias
dalam merekrut karyawan yang meliputi physical
attractiveness (fisik yang menarik) kadangkala pasti dapat terjadi.
Bias-bias dalam penampilan fisik terjadi dalam menilai seseorang, misalnya
penilaian guru terhadap siswanya, penilaian juri dalam hukum, politisi yang
cantik dan murah senyum akan lebih difavoritkan oleh masyarakat, dan
sebagainya. Karena, manusia pada dasarnya menyukai segala sesuatu yang indah
dan hal ini telah terpatri dalam persepsi masyarakat “what is beautiful is good” dan “what
is ugly is bad”. Kassin, Fein, & Markus (2008) dalam masyarakat, kita
cenderung untuk menyukai orang-orang yang memiliki penampilan yang cantik/
tampan. Hal ini tidak terkecuali terjadi dalam merekrut karyawan dan interview
calon karyawan. Penelitian menyebutkan bahwa adanya bukti empiris dimana
ketertarikan fisik mempengaruhi pengambilan keputusan dalam mempekerjakan
seseorang, semakin menarik seseorang makan akan semakin besar kemungkinan orang
tersebut dipekerjakan (Watkins & Johnston dalam Shahani-Denning, 2003).
Dalam
konteks pekerjaan kita dapat menjumpai pada lowongan-lowongan pekerjaan yang
menyebutkan dengan jelas penampilan fisik yang diinginkan seperti tinggi min
160 cm, berpenampilan menarik. Bahkan untuk beberapa perusahaan walaupun tidak
disebutkan di lowongan pekerjaan mereka lebih memilih karyawan yang cantik,
menarik, dan bentuk tubuh yang bagus. Beberapa bidang pekerjaan seperti
pramugari yang cantik, sekretaris, resepsionis hotel, karyawan spa, Sales Promotion Girl (SPG) hampir
mengedepankan penampilan fisik. Halo
effect adalah sebuah istilah yang merujuk pada pada fenomena dimana bias
kognitif terjadi saat menilai karakter seseorang yang dipengaruhi oleh impresi
keseluruhan terhadap orang tersebut. Sebagai contoh, Moore, Filippou dan Perret
(2011) dalam studinya pada inteligensi dan kepribadian yang tampak pada wajah
pria dan wanita. Wajah-wajah yang dianggap terlihat intelek (perceived intelligence) mendapat rating
yang lebih tinggi dan atraktif secara signifikan pada pria, sedangkan pada
wanita tidak ada perbedaan. Penelitian juga menemukan bahwa orang-orang yang
menarik menerima permulaan gaji awal yang lebih tinggi ketimbang orang-orang
yang kurang menarik (Shahani-Denning, 2003).
Beberapa komponen penting dalam merekrut calon karyawan meliputi:
a. Memiliki kemampuan pada keterampilan khusus
b. Memiliki
kualifikasi atau lisensi yang releven
c. Pengalaman
terdahulu pada pekerjaan yang sama
d. Keadaan
pribadi
e.
Kualitas pribadi
Pada
survey yang dilakukan di Inggris tahun 2010 (Shury et al,. dalam Hasluck, 2011)
diantara faktor-faktor penting seperti kualifikasi yang relevan, kualifikasi
akademik , pengalaman, kinerja saat interview, kepribadian dan sikap yang baik,
faktor yang paling kritis “critical
importance” bagi perusahaan adalah kepribadian dan sikap yang baik.
Sehingga,
walaupun kecantikan atau penampilan fisik berkorelasi positif dengan keputusan
penerimaan kerja namun penampilan bukanlah satu-satunya penentu dalam keseluruhan
penilaian. Pihak manager perusahaan hendaknya lebih objektif dalam merekrut
tenaga kerja dan untuk itu perlu adanya training perekerutan karyawan untuk
mengantisipasi bias tersebut. Kemudian bagi para pelamar pekerjaan hendaknya
memfokuskan dan menunjukkan potensi-potensi dan kelebihan yang dimiliki. Selain
itu, perubahan penampilan fisik bukanlah solusi utama, akan tetapi pelamar
sebaiknya memperhatikan aspek pendukung seperti kerapihan dan kebersihan
penampilan, cara berpakaian yang sesuai dan pantas dalam melamar pekerjaan, cara
berbicara dan kemampuan-kemampuan sosial lainnya.
Referensi:
Hasluck,
C. (2011). Employers and the recruitment
of unemployed people: An evidence review. UK Commision for Employment and
Skills.
Kassin,
S., Fein, S., & Markus, H. Z. (2008). Social
psychology (8th edition). Cengage Learning
Moore,
F. R., Filippou., D. D., & Perrett, D. I. (2011). Intelligence and
attractiveness in the face: Beyond the attractiveness halo effect. Journal Of Evolutionary Psychology, 9(3),
205- 217.
Shahani-Denning,
C. (2003). Physical attractiveness bias in hiring: What is beautiful is
good. Hofstra Horizons. Spring 2003, 15-8.
good. Hofstra Horizons. Spring 2003, 15-8.
By: Devi Jatmika
No comments:
Post a Comment