Wednesday, December 12, 2012

PHOBIA


PHOBIA
 oleh: Steven Wijaya
            Kata phobia bukanlah lagi sebuah istilah yang asing dikalangan masyarakat perkotaan seperti Jakarta, bahkan kata phobia sudah menjadi bahasa pergaulan sehari-hari. Namun seringkali seseorang dengan mudah menyebut orang lain ataupun dirinya sendiri phobia, jika orang tersebut memiliki rasa takut terhadap sesuatu sehingga kata-kata phobia menjadi populer di pergaulan kita sehari-hari. Namun apakah pengertian akan rasa takut yang dipikirkan oleh masyarakat pada umumnya itu merupakan makna sebenarnya dari phobia itu sendiri? Lalu, apakah jika seseorang takut ketika melihat ular lalu kita dapat menyebut orang itu phobia ular? Dan apakah jika seseorang yang jijik ketika melihat seekor kecoa lalu kita dapat menyebut orang itu mengalami phobia kecoa? Tapi penulis yakin semua orang takut pasti akan merasa takut jika bertemu dengan ular liar yang berbisa, ya kecuali pawang ular.
Sebelum membahas lebih dalam mengenai phobia akan dijelaskan terlebih dahulu definisi dari rasa takut. Rasa takut sediri adalah suatu bentuk respon yang secara biologis merupakan mekanisme perlindungan bagi seseorang pada saat menghadapi bahaya. Ketakutan adalah emosi yang umumnya muncul pada saat seseorang menghadapi suatu hal yang berpotensi dapat membuat seseorang merasa dalam bahaya. Namun dilain pihak, ketakutan itu sendiri merupakan sebuah tanda peringatan bagi seseorang untuk menyadari bahwa ada suatu hal yang dapat mengancam hidupnya sehingga seseorang akan cenderung untuk berhenti melihat, menyentuh, mendengar, mencium atau apapun itu terkait dengan penginderaan sehingga sumber rasa takut tersebut tidak lagi dirasakan.
Setiap orang memiliki respon yang berbeda-beda dalam menghadapi situasi yang menakutkan. Sebagai contoh ada orang yang tidak takut pada anjing bahkan ketika anjing tersebut menggonggong. Tapi ada orang lain yang takut terhadap gonggongan anjing atau bahkan hanya dengan melihat seekor anjing orang tersebut dapat merasa takut. Ada orang lain yang benar-benar takut mendengar halilintar, sedang ada orang lain yang tidak. Namun adalah hal normal pada saat menghadapi bahaya tertentu seseorang merasakan takut dan tingkat ketakutan seseorang umumnya berbanding lurus dengan besar-kecilnya bahaya yang dihadapi.
Rasa takut yang sedemikian hebat namun tidak sebanding dengan penyebabnya inilah yang kita sebut dengan phobia (www.duniapsikologi.com, 2012). Sebagai contoh, hanya dengan melihat seekor kecoa seseorang lalu seseorang dapat menjerit dengan histerisnya dan berpikir bahwa kecoa tersebut akan memakannya atau berpikir mengenai apapun itu yang tentunya diluar akal sehat kita. Dalam dunia psikologi rasa takut seperti ini disebut sebagai kecemasan neurotik.
Menurut Freud, kecemasan neurotik adalah rasa cemas akibat bahaya yang tidak diketahui (Feist 1, 2011:38). Rollo May mendefinisikan kecemasan neurotik sebagai “reaksi yang tidak tepat atas suatu ancaman, meliputi represi dan bentuk-bentuk lain dari konflik intrapsikis, yang dikelola oleh bermacam bentuj pemblokiran aktivitas dan kesadaran (Feist 2, 2011:53).
Secara harafiah, kata phobia sendiri berasal dari bahasa Yunani, yakni phobos yang berarti lari, takut dan panik, takut hebat. Istilah ini memang sudah dipakai sejak zaman Hippocrates. Phobia juga didefinisikan sebagai kecemasan neurotik yang tidak rasional terhadap sesuatu atau situasi yang sebenarnya tidak menakutkan namun menyebabkan seseorang untuk menghindarinya karena dianggap sesuatu atau situasi tersebut dapat mengancam hidupnya. Phobia juga menyebabkan tekanan secara fisik dan psikologis dan dapat berdampak pada kemampuan seseorang untuk dapat beraktifitas secara normal.
Ada berbagai macam-macam phobia, mulai dari phobia terhadap kecoa; ular; laba-laba; tempat gelap; tempat sempit; maupun tempat ramai, namun demikian berdasarkan buku DSM-IV (Diagnostic and Statistical Manual for Mental Disorder IV) phobia dikelompokan kedalam 3 kategori, yakni:
·         Phobia sederhana atau spesifik: phobia terhadap suatu obyek atau keadaan tertentu seperti pada  binatang, tempat tertutup, ketinggian, dan lain lain.
·         Phobia sosial: phobia terhadap pemaparan situasi sosial  seperti takut jadi pusat perhatian, orang seperti ini senang menghindari tempat-tempat ramai.
·         Phobia kompleks: phobia terhadap tempat atau situasi ramai dan terbuka misalnya di kendaraan umum atau mall, dan orang seperti ini bisa saja takut keluar rumah.
            Berikut adalah beberapa gejala yang terjadi pada seorang penderita phobia:
·         Rasa gelisah yang tidak terkontrol ketika mengalami rasa takut.
·         Melakukan segala cara untuk menghindari apa yang ditakuti.
·         Tidak mampu beraktifitas normal.
·         Seringkali rasa takut tidak masuk akal dan berlebihan.
·         Berkeringat
·         Detak jantung cepat
·         Sulit bernapas.
·         Dada terasa sakit
·         Wajah memerah
·         Merasa sakit
·         Gemetar
·         Pusing
·         Mulut terasa kerin
·         Merasa perlu pergi ke toilet
·         Merasa lemas dan akhirnya pingsan
Penyebab phobia itu sendiri pada umumnya dikarenakan pengalaman traumatis terhadap sumber phobia yang ditekan ke dalam alam bawah sadar, seperti orang yang phobia terhadap anjing kemungkinan waktu dulu pernah dikejar-kejar anjing atau pernah mendapat pengalaman digigit oleh anjing. Untuk phobia sosial biasanya terjadi pada usia remaja. Tetapi phobia terhadap terowongan, elevator, tempat tinggi, terbang, menyetir dan phobia situasional lainnya biasanya terjadi pada usia 20 ke atas.
Meskipun phobia dapat terjadi baik pada laki-laki atau wanita, tapi biasanya wanita memiliki kecenderungan yang lebih untuk mengalami phobia sosial. Wanita juga lebih rentan terhadap agoraphobia, tetapi hal ini mungkin karena laki-laki lebih cenderung menyembunyikannya. Laki-laki juga lebih sering mencari pertolongan untuk masalah emosionalnya daripada wanita.
Beberapa teknik penyembuhan bagi penderita phobia diantaranya sebagai berikut:
·         Hypnotheraphy: Penderita phobia diberi sugesti-sugesti untuk menghilangkan phobia.
·         Flooding: Si penderita phobia yang takut kepada anjing (cynophobia), dimasukkan ke dalam ruangan dengan beberapa ekor anjing jinak, sampai ia tidak ketakutan lagi.
·         Desensitisasi Sistematis: Si penderita phobia yang takut pada anjing dibiasakan terlebih dahulu untuk melihat gambar atau film tentang anjing, bila sudah dapat tenang baru kemudian dilanjutkan dengan melihat objek yang sesungguhnya dari jauh dan semakin dekat perlahan-lahan. Bila tidak ada halangan maka dapat dilanjutkan dengan memegang anjing hingga phobia-nya hilang mereka akan dapat bermain-main dengan anjing.
·         Abreaksi: Penderita phobia dibuat untuk terus-menerus melakukan interaksi dengan anjing sungguhan, hingga akhirnya si penderita merasa perlahan-lahan pemahamannya mengenai anjing mulai berubah. Intinya dalam teknik ini adalah membuat si penderita merasa jenuh melihat sumber ketakutannya.
·         Reframing: Penderita phobia disuruh membayangkan kembali masa lampaunya saat permulaan si penderita mengalami phobia, ditempat itu dibentuk suatu manusia baru yang tidak takut lagi pada phobia-nya.
·         Terapi perilaku kognitif (cognitive behavioral therapy-CBT). Dalam CBT digunakan tiga teknik ini untuk mencapai tujuan:
Ø  Didactic component: Pada tahap ini terapis berperan dalam membantu  penderita/klien untuk menyusun pemikiran-pemikiran dan harapan positif untuk tujuan akhir terapi.
Ø  Cognitive component: Membantu mengidentifikasi pikiran dan asumsi yang mempengaruhi perilaku penderita phobia, khususnya yang dapat mempengaruhi mereka hingga menjadi phobia.
Ø  Behavioral component: Memodifikasi perilaku penderita phobia agar dapat menunjukkan perilaku yang lebih sesuai ketika harus menghadapi sumber phobia.
Berikut adalah daftar 10 jenis phobia yang paling banyak ditemui:
1.      Takut ular
Ini merupakan jenis phobia yang paling sering dijumpai. Ketakutan secara berlebihan pada ular. Ular sejak dulu dianggap hewan berbisa, menjijikkan, dari masa ke masa. Bahkan juga diidentikkan dengan setan oleh keyakinan tertentu. Ternyata phobia akan ular ini bersifat evolusioner, diturunkan oleh nenek moyang manusia sejak zaman dulu sampai sekarang.
2.      Takut laba-laba
Ditemukan bahwa kaum perempuan empat kali lipat lebih banyak jumlahnya yang takut atau jijik pada laba-laba daripada kaum lelaki. Pada studi yang dipublikasikan di jurnal Evolution and Human Behavior, David Rakison dari Carnegie Mellon University di Pittsburgh mengatakan bahwa bayi perempuan usia 11 bulan mampu mengekspresikan ketakutan begitu melihat gambar laba-laba dan ular, sedangkan bayi lelaki tidak.
Teori evolusi mengatakan bahwa hal itu wajar, sebab kaum perempuan sering bersua laba-laba di rumah, atau saat mereka menyiapkan makanan di dapur. Sedangkan kaum lelaki cenderung diajarkan untuk berani pada hewan tersebut ketika berada di alam liar.
3.      Takut ruangan tertutup
Dikenal juga dengan nama agoraphobia, ketakutan ini diderita oleh 1,8 juta orang Amerika berusia dewasa, demikian menurut laporan National Institute of Mental Health pada tahun 2008. Tempat tertutup yang dianggap sulit untuk mereka melarikan diri atau keluar merupakan obyek yang paling ditakuti. Biasanya mereka takut pada elevator/lift, ruang olah raga tertutup, jembatan, kendaraan transportasi umum, mobil, mall, bahkan juga pesawat. Penderita biasanya malas bepergian atau berada di dalam mobil terlalu lama.
4.      Takut pada orang lain
Pernah bertemu orang yang mukanya memerah saat bicara di depan orang banyak? Berkeringat, susah bicara atau gagap atau bahkan sampai sakit perut? Itulah ciri-ciri orang yang takut pada orang lain atau dikenal dengan nama sosialphobia.
Sebanyak 15 juta orang Amerika dewasa menderitanya, demikian menurut National Institute of Mental Health. Yang parah, kadang bukan saat melakukan pembicaraan di depan umum saja. Penderita sosialphobia juga kerap kesulitan makan atau minum di depan orang banyak. Gejalanya baru terlihat setelah memasuki usia puber.
5.      Takut ketinggian
Ini adalah jenis phobia yang juga lumayan banyak penderitanya. Diperkirakan sebagnyak 3-5% dari seluruh populasi dunia menderita akrophobia, takut berada di tempat tinggi. Pada riset yang pernah dilakukan, penderita akrophobia merasa semua tempat tinggi berjarak lebih tinggi dari yang sesungguhnya.
Misalnya tinggi sebenarnya hanya 3 meter, maka di mata penderita akrophobia, mereka seperti melihat obyek yang tingginya 6 meter.
6.      Takut kegelapan
Takut pada kegelapan yang diderita anak-anak ternyata adalah phobia paling umum juga. “Anak-anak mempercayai imajinasinya bahwa di kegelapan bisa mendadak muncul hanti, penculik, atau perampok,” jelas Thomas Ollendick, profesor psikologi dan direktur Child Study Center di Virginia Tech. Secara normal, ketakutan ini akan hilang seiring dengan bertambahnya usia. Namun jika hingga usia dewasa kita masih menderita ketakutan pada gelap, maka artinya kita menderita nyctophobia.
7.      Takut kilat dan halilintar
Bagi para penderita phobia ini, suara halilintar dan kilat akan terasa seperti menghentak jantung, bahkan membuat mereka berkeringat. Penderita yang parah bahkan sampai memutuskan pindah ke daerah yang aman dari petir dan kilat, demikian kata John Westefeld, ilmuwan dari University of Iowa. Westefeld melaporkan, dari surveinya terhadap mahasiswa di tahun 2006, sebanyak 73% menderita ketakutan ringan pada cuaca. Namun kebanyakan mereka malu untuk mengakuinya. Bagi mereka yang phobia pada kilat dan halilintar, ada baiknya mulai melatih rasa panik dan kecemasan.
8.      Takut terbang
Jangan dikira mereka ini orang udik yang belum pernah naik pesawat, sebab faktanya sebanyak 25 juta warga Amerika juga menderita phobia ini. Nama penyakitnya adalah aviophobia, dimana seseorang sangat takut naik pesawat. Bisa jadi memang sudah sejak lahir begitu, atau ada yang pernah mengalami kecelakaan pesawat sehingga merasa trauma naik pesawat lagi, sebab peristiwa mengerikan itu terus terbayang.
9.      Takut Anjing
Tidak usah harus anjing besar jenis doberman, anjing yang imut macam pudel pun ditakuti. Penderita cynophobia ini mengalami rasa takut digigit anjing, bisa jadi memang pernah digigit atau melihat orang lain digigit anjing, demikian menurut profesor psikologi Brad Schmidt dari Ohio State University.
10.  Takut Dokter Gigi
Sebanyak 9-20 oersen orang Amerika ternyata menghindari memeriksakan giginya ke dokter walau sudah dalam kondisi parah sekalipun. Rasa takut ini lebih disebabkan oleh rasa nyeri yang timbul ketika plak gigi dibersihkan, dan memang tidak semua orang bisa menahannya.




References
Feist, Jess dan Gregory J. feist. 2010. Theories of Personality Book 2 (7th edition). Jakarta:Salemba Humanika.
Feist, Jess dan Gregory J. feist. 2011. Theories of Personality Book 1 (7th edition). Jakarta:Salemba Humanika.

No comments:

Post a Comment

Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis: Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?

Edisi Oktober 2024  Melepaskan Beban Emosional dengan Katarsis:  Mengapa Penting untuk Kesehatan Mental?  Penulis: Gabriella Jocelyn & V...